Semalam di Legian
Perjalanan kali ini masih tetap saya awali dengan was-was, bagaimana tidak, saya punya boss baru, saya baru mengajukan cuti pas hari H keberangkatan. Dengan tekad kuat saya beranikan masuk, berbicara dan meminta permohonan cuti saya di tandatangani. Oleh beliau, saya ditanya, "mau kemana?" dan saya jawab dengan berbohong, "mau mudik ke kampung halaman pak".
Terhitung dua kali saya menjalani perjalanan pada saat situasi yang tidak pas. Pertama tentunya saat ke Singapura bersama seorang kawan dimana saya juga mendapatkan surat mutasi pindah ke kantor baru. Itu terjadi bulan Mei tahun 2010, pada perjalanan kali ini, pada saat boss baru datang, saya ngelayap pergi, Juni 2011.
Rencana yang saya buat yaitu ke Denpasar sebagai tujuan awal, dan sesampainya disana baru saya akan membuat rencana lain, apakah ke pulau komodo, pulau impian saya, atau melaju ke lombok dengan tiga gilinya. Saya praktis tidak berbekal apapun selain badan dan tas.
Pesawat mendarat di Ngurah Rai International, ini kali pertama saya menginjakan kaki di pulau Dewata, pulau Bali. Suasananya sama seperti bandara kota lain di Indonesia, terkesan kumuh, sempit, dan kuno. Bandara Juanda Surabaya masih lebih bagus. Saya tidak berharap keadaan di Terminal Internationalnya juga demikian.
Blank! saya tidak punya tujuan. Saya lupa bawa peta pulau Bali. Saya lupa punya uang banyak (kalau yang ini memang selalu cekak). Sejenak saya melihat keadaan terminal kedatangan domestik, dan langsung menyambar beberapa brosur tentang wisata dan baiknya, selalu terdapat pulau Bali dengan sedikit gambarannya. Ini modal awal saya.
Keluar dari terminal saya melipir ke beberapa loket pesawat menuju ke timur Indonesia. Setelah beberapa kali mampir dan bertanya, saya menyimpulkan, saya belum bisa mampir ke pulau Komodo kali ini, tiket pesawatnya mahal, saya belum mampu membelinya untuk sekarang. Saya terpaksa gigit jari dan segera mengambil ancang-ancang untuk ke Lombok saja. Segera saja saya langkahkan kaki keluar bandara, hasil mbah google tertulis kalau mau taksi atau ojek murah, keluarlah dari bandara. Yess!!! akhirnya saya dapatkan taksi dengan harga 20 ribu rupiah sampai di Kuta.
Dalam perjalanan menuju kuta, saya terlibat percakapan menarik dengan sopirnya. Memiliki nama sama dengan saya, dia menerangkan dimana bisa berwisata dan liburan di Bali, dimana bisa mendapatkan tempat makan yang tidak tercampur dengan babi. Sampai masalah budaya dan lingkungannya. Dibesarkan di lingkungan jawa, sopir tersebut walaupun sudah merantau di Bali sampai beranak-pinak, logat jawanya masih kental, jawa timuran. Satu hal yang dia tekankan, jangan takut di Bali, Bali adalah pulau dimana orang-orangnya tidak berani berbuat jahat dengan alasan keyakinan yang di anutnya, kalaupun ada, dapat dipastikan kalau orang tersebut perantau. Saya sampaikan beberapa rencana kecil saya, akhirnya sopir tersebut menurunkan saya di Poppies Lane II, saya di kasih arah untuk sampai di Legian dan menghabiskan waktu disana sampai pagi. Okay kakak! bekalnya sangat berguna.
Sampai di Poppies Lane II jam menunjukan angka 9, saya sempatkan mampir ke Pantai Kuta, suasana malam ini cukup cerah, bintang-bintang dan bulan setengah menemani, disamping deburan ombak, nyanyian camar, dan lenggak-lenggoknya muda-mudi. Saya sudah tulis keadaan disini di tulisan saya sebelumnya. Akhirnya saya bisa menapakan kaki di Pantai Kuta.
Satu jam lebih saya habiskan di pantai, tujuan selanjutnya yaitu Legian. Legian, nama yang sangat melegenda gara-gara bom yang meledak tahun 2002, dan 2005. Bom yang bikin Bali porak-poranda. Bom yang menjadikan istilah terorisme masuk top list di google. Tujuan pertama di Legian yaitu melihat tempat dimana dibangun tempat untuk mengenang para korban ledakan. Seperti ini suasananya saat malam, ramai!
Makin malam, Legian makin hidup. Pusat keramaian memang berada di Ground-Zero. Hampir semua turis yang datang (pasti untuk pertama kalinya) selalu menyempatkan mengambil gambar di area ini. Saya mengambil tempat di seberang area ini. Duduk. Saya mengamati apa saja yang orang lakukan. Tik tok tik tok. Dua jam berlalu sudah.
Sesekali saya lewati dengan berjalan ke sisi lain area ini. Saya kemudian mengambil duduk di samping seorang bapak yang kemudian saya tahu adalah seorang guru dari Banjarnegara yang sedang menemani para muridnya berdarma-wisata. Bapak guru bercerita kalau dia setiap tahun selalu ikut dalam tour sekolah, gratis atas biaya siswa, dia sudah hapal benar dengan Bali. Really? Hapalnya Kuta, Legian, GWK, Tanah Lot, Sanur, Pura Besakih, Pasar Sukowati. Typical. Apa nggak bosan pak guru?
Sudah tengah malam di Legian, ternyata bukan cuma saya yang menghabiskan waktu disini, ada beberapa juga yang sambil membawa tentengan tas berdiam diri dan melihat sekeliling. Pemandangan yang makin ramai saat malam yaitu para bule yang mulai berdatangan masuk ke klub dan cafe, menenggak bir, berdansa dan bersenang-senang.
Ada rejeki juga dibalik orang-orang yang hobi menenggak bir ini, aku lihat beberapa ibu-ibu mengambil dan mengumpulkan bekas botol, baik air mineral, maupun bir. Bali memang berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Memang benar disini aman. Tidak ada jambret, copet, apalagi preman yang suka bikin mati kutu. Jam menunjukan angka 2, sudah dua gelas kopi saya habiskan. Sebentar lagi saya ke minimarket lagi untuk membeli gelas ke-tiga.
Saat jarum jam menunjukan angka 3, perlahan namun pasti, kemacetan di Legian makin parah, pengemudi jalan dengan tenang, pengendara motor melaju dengan lincah, tanpa ada klakson, pekerjaan galian tertutup seng dan pekerja bekerja dengan baik. Para tukang ojek dengan setia menawarkan jasa ojek kepada setiap turis yang lewat, terlebih dalam keadaan mabuk. Hal paling menarik menurut saya yaitu tingak para turis yang sudah mabuk, ada yang hobi membunyikan klakson mobil atau motor, kemudian ramai-ramai berteriak dan tertawa, seakan-akan itu merupakan hal yang luar biasa baginya. Atau pura-pura naik ojek, padahal tidak mau. Hal lain yang menurut saya justru menganggu yaitu saat ada yang memukul-mukul kap mobil, beberapa polisi langsung menegur tingkah turis yang sudah agak menganggu tersebut.
Saat jarum menunjukan angka 4, saya ambil langkah kecil menuju ujung jalan Legian, suasana sudah mulai menurun, mereka, para turis maupun yang lainnya sudah mulai menurunkan aktifitas. Ada yang beranjak pulang. Ada yang teriak-teriak karena mabok. Ada yang lari putar-putar, dan lain sebagainya.
Ujung jalan Legian ini tempat dimana saya akan melanjutkan perjalanan menuju Padang Bai, pelabuhan menuju pulau Lombok. Saya menunggu elf jurusan Tegal sesuai saran mbah google. Satu hal lagi, jalanan di Bali ternyata mulus dan bersih. Saat saya melewati pasar yang baru memulai aktifitas, saya melihat bagaimana mereka, penduduk, berpakaian adat bali, menuju pura untuk sembahyang, ada yang berjalan kaki, banyak juga yang mengendarai motor, demikian juga saat di pasar, mereka memasanag sesajen, dan berdoa sejenak.