Kembali beriringan
Alhamdulillah ya Allah, barusan aku nelpon rumah, ibu cerita, mbak Sol tadi sore ke Wonosobo bawa motornya mbak Har, dan sekarang di rumah sedang bercengkerama, artinya mereka berdua sudah baikan, hal yang hampir tiga bulan ini selalu menjadi topik perbincangan antara aku dan ibuku.
Masalahnya terletak pada ketidakdewasaan mbak Har sebagai anak tertua yang merasa di gurui sama adiknya, padahal menurutku sah saja, sebagai saudara saling mengingatkan, tetapi sudah lah, yang penting sekarang mereka sudah akur kembali.
Peran Ocha sebagai penghubung pastilah sangat besar, dari dialah akhirnya menurut teoriku mbak Har menyadari ketidaksesuaiannya selama ini. Ocha yang anak dari mbak Har, masih tiga tahun, dan hampir setiap hari main ke rumah simbahnya, pasti berhubungan dengan mbak Sol. Dan tau lah sendiri, mbak Sol itu orangnya sayang sama anak kecil, meskipun kadang galak karena dia orangnya suka ketenangan dan kebersihan, meskipun demikian tetap memerhatikan para ponakannya.
Ibuku pun yang umurnya semakin bertambah, kian hari kian kehilangan kuku. Seolah tak punya pegangan dengan perginya bapak hampir tiga tahun lalu, tiba-tiba saja beliau menjadi kehilangan aji, kendali atas anak-anaknya sedikit kendur. Mungkin kepergian bapak yang terlalu cepat turut memberi andil yang sangat signifikan. Apalagi adikku Prapti, sudah dianggap lalu lah omongan ibuku sekarang ini. Dia lagaknya anak bungsu yang selalu minta di penuhi segala keinginannya. Aku sekarang punya andil yang besar, dimana kadang-kadang harus memberi pengertian kepada Ibu bagaimana caranya bertindak atas hal yang anak-anaknya lakukan, tidak perduli yang sulung atau yang bungsu. Belum lagi permasalahan cucu, para keponakanku yang semakin manja sama simbah putrinya, kalau tidak di saring sekarang pastinya akan menjadi tidak sehat di kemudian hari.
Mungkin dengan kepergian bapak, keluarga kami menjadi semakin dominan dengan para perempuan, aku hanya anak laki-laki satunya dari Ibuku; aku punya satu kakak tiri laki-laki. Dua kakak perempuanku berstatus janda, satu kakak iparku merantau di BP papua, satu lagi yang sangat tidak bisa diharapkan, kerjanya cuma duduk-duduk saja, praktis hanya satu yang kelihatan bisa di sebut kakak laki-laki di keluarga besarku, ia seorang lurah sekarang, 30 menit dari rumah.
Selain diatas, masih ada satu simpul yang sangat susah dibentuk, mbak Titi dan mbak Erna, masalah mereka sejak tahunan lalu masih berbekas, belum bisa akur sampai sekarang, walaupun anak-anak mereka akur, tidak demikian dengan ibunya. Mudah-mudahan segera saja ada cara biar mereka rukun kembali.
Masalahnya terletak pada ketidakdewasaan mbak Har sebagai anak tertua yang merasa di gurui sama adiknya, padahal menurutku sah saja, sebagai saudara saling mengingatkan, tetapi sudah lah, yang penting sekarang mereka sudah akur kembali.
Peran Ocha sebagai penghubung pastilah sangat besar, dari dialah akhirnya menurut teoriku mbak Har menyadari ketidaksesuaiannya selama ini. Ocha yang anak dari mbak Har, masih tiga tahun, dan hampir setiap hari main ke rumah simbahnya, pasti berhubungan dengan mbak Sol. Dan tau lah sendiri, mbak Sol itu orangnya sayang sama anak kecil, meskipun kadang galak karena dia orangnya suka ketenangan dan kebersihan, meskipun demikian tetap memerhatikan para ponakannya.
Ibuku pun yang umurnya semakin bertambah, kian hari kian kehilangan kuku. Seolah tak punya pegangan dengan perginya bapak hampir tiga tahun lalu, tiba-tiba saja beliau menjadi kehilangan aji, kendali atas anak-anaknya sedikit kendur. Mungkin kepergian bapak yang terlalu cepat turut memberi andil yang sangat signifikan. Apalagi adikku Prapti, sudah dianggap lalu lah omongan ibuku sekarang ini. Dia lagaknya anak bungsu yang selalu minta di penuhi segala keinginannya. Aku sekarang punya andil yang besar, dimana kadang-kadang harus memberi pengertian kepada Ibu bagaimana caranya bertindak atas hal yang anak-anaknya lakukan, tidak perduli yang sulung atau yang bungsu. Belum lagi permasalahan cucu, para keponakanku yang semakin manja sama simbah putrinya, kalau tidak di saring sekarang pastinya akan menjadi tidak sehat di kemudian hari.
Mungkin dengan kepergian bapak, keluarga kami menjadi semakin dominan dengan para perempuan, aku hanya anak laki-laki satunya dari Ibuku; aku punya satu kakak tiri laki-laki. Dua kakak perempuanku berstatus janda, satu kakak iparku merantau di BP papua, satu lagi yang sangat tidak bisa diharapkan, kerjanya cuma duduk-duduk saja, praktis hanya satu yang kelihatan bisa di sebut kakak laki-laki di keluarga besarku, ia seorang lurah sekarang, 30 menit dari rumah.
Selain diatas, masih ada satu simpul yang sangat susah dibentuk, mbak Titi dan mbak Erna, masalah mereka sejak tahunan lalu masih berbekas, belum bisa akur sampai sekarang, walaupun anak-anak mereka akur, tidak demikian dengan ibunya. Mudah-mudahan segera saja ada cara biar mereka rukun kembali.
0 Response to "Kembali beriringan"
Posting Komentar