Temaram senja di Gili Trawangan
Temaram senja ditemani Gunung Agung |
Dalam hening aku kayuh kereta angin dengan kecepatan normal, aku terseok kesana kemari, medan yang kulalui tidaklah mudah, jalur berpasir lebih banyak daripada tanah. Suasana sore ini sesungguhnya memberikan kesan bahwa hidup tidaklah hanya sebuah kubikel, menelepon klien, menulis surat, merekam dan terpaksa tersenyum manis.
Disini, di ujung barat Nusa Tenggara, kutemukan sebuah kebahagiaan baru, titik keseimbangan baru dimana hamparan pasir putih jelas lebih nyaman daripada sebuah kubikel, dimana semilir angin jelas lebih menyegarkan dari air conditioner, dimana warna jingga senja lebih hidup daripada sebuah stabilo.
Senja di Gili Trawangan ku lalui dengan duduk diantara tiga balok kayu rapuh. Aku duduk menatap lurus ke arah mentari yang semakin condong. Sesekali kulirik Gunung Agung di pulau Bali yang berdiri tegah dengan gagahnya. Beberapa pemancing lokal masih asyik dengan kailnya mencoba peruntungannya. Anak-anak dengan tekun mencari kerang, ikan kecil dan udang yang terperangkap di bebatuan.
Agak lama aku habiskan waktuku duduk diatas balok ini. Aku renungkan beberapa hal dalam kehidupanku. Biasanya aku hanya terlelap dalam rutinitas monoton dari pagi sampai pagi lagi tanpa ada esensi yang benar-benar membekas. Disini aku berkesempatan untuk mengevaluasi diri, apa dan bagaimana yang sudah maupun yang akan terjadi dan lakukan. Terkesan cemen memang, masa iya di tempat sunyi seperti ini kita bisa tepekur dan memikirkan masa depan?
Pemancing lokal dan Mentari jingga |
Nyatanya, di tempat tanpa beban seperti ini, aku bisa dengan mudah membuka lembaran-lembaran kehidupan yang sudah kulalui, ku telaah satu per satu, ku hitung setiap hal material yang sudah kulakukan.
Hari ini, lebih dari setahun lalu aku berada di Gili Trawangan. Hari ini, aku berada pada puncak kegalauan, sudah lama sekali aku tidak berjalan sendirian menikmati waktu memikirkan sesuatu, entah apapun itu.
Dan malam ini, dimana segalanya seharusnya di pikirkan kembali, aku berada pada posisi, biarkan mengalir dahulu. Sungguh pun waktu sehari ada dua puluh empat jam, rasanya hanya beberapa menit aku melewatinya.
0 Response to "Temaram senja di Gili Trawangan"
Posting Komentar