Cinta lama
Bioma sabana |
Dengan berkendara angin, hujan datang sore ini dengan gempita. Ia jatuh menjejak tanah dan menyuarkan aroma yang akhir-akhir ini menjadi kesukaanku. Bau tanah basah menjelang senja. Hujan ini yang selalu ia impikan, hujan yang katanya pembawa suasana, hujan yang seperti namanya dalam filosofi china memberikan berkah dan kedamaian.
Dalam ruang sempit kamarku, dua hari ini aku tepekur bimbang. Hati yang selama ini kebas tiba-tiba bergejolak bimbang tak tentu. Aku jatuh pada cinta lama. Cinta yang dulu susah payah kubenamkan dalam relung paling dalam hingga sanubari pun tak mengenalinya. Cinta yang pernah ku agungkan sesaat. Kini datang lagi.
Bukan tiba-tiba dan tanpa rencana. Aku memulai. Aku mengambilnya dari lubuk yang paling dalam, berharap ia masih sama, berharap ia tetap pemilik cintaku.
Ia datang. Serupa tapi tak sama. Bagai pandir dengan keledainya, aku berjalan diantara jalan setapak sabana yang kosong. Bagaimana bisa seiring berjalannya waktu mengharapkan sesuatu tak berubah, bahkan sabana ini pun semakin luas. Hanya sumpah serapah kosong tak bermakna keluar, betapa bodohnya aku.
Bukan tanpa alasan aku mengambilnya kembali. Bukan tanpa maksud aku merasakannya kembali. Aku beralasan. Aku bermaksud atas semua ini.
Aku ingat kalimat pertamamu saat menapaki jalan ini kembali, "Setahun yang lalu aku disini".
Cinta lama, berharap padamu akan waktuku, akan kurajut kembali apa yang telah tiada, akan aku benamkan semua bara, akan aku agungkan senandung melodi nan syahdu agar dirimu selalu damai. Akan aku tunggu dirimu pada saatnya. Saat tepat engkau siap kembali merajut asa. Bersamaku.
0 Response to "Cinta lama"
Posting Komentar