Teluk kiluan: surga di ujung Sumatera

Panorama Dermaga Canti
Beban pekerjaan yang menumpuk perlahan hilang terbawa angin malam dermaga Merak saat kaki ini berjalan menapaki selasar menuju kapal. Suara riuh rendah kawan seperjalanan semakin menambah semangat berjalan untuk sampai lebih awal ke bibir kapal.

Teluk kiluan, secara administrasi berada di wilayah kabupaten Tanggamus, provinsi Lampung. Untuk menuju kesana, hampir semua moda transportasi saya jalani, mulai dari angkot warna hijau menuju stasiun, kereta komuter, jasa ojek, bus, berjalan kaki menuju loket pembelian tiket kapal, kapal laut, sewa angkot, kapal kecil nelayan, sampai yang terakhir yaitu jukung, sebuah kapal selebar badan dan muat untuk 4 (empat) orang termasuk tukang kapalnya.

Semerbak bau air laut berbaur dengan tanah menyapa pagi itu saat kami menapak di pulau Sumatera. Rasa lapar dan kantuk terobati saat sampai di dermaga Canti panorama alam yang ada sungguh elok.

Pulau Umang-Umang
Selat Sunda, laut yang memisahkan pulau Jawa dan pulau Sumatera menjadi fenomenal saat Gunung Krakatau meletus secara dahsyat pada tahun 1883 dan mengakibatkan perubahan suhu bumi. Dahsyatnya letusan tersebut meninggalkan Gunung Rakata dan memunculkan Gunung Anak Krakatau yang tumbuh semakin tinggi setiap tahun. Keindahan yang sangat berbahaya.

Wilayah di sekitar Teluk Kiluan menyediakan aneka wisata bahari mulai dari pulau Umang-Umang yang berpasir putih dan air laut bergradasi biru dan hijau, pulau-pulau kecil di sekitarnya yang menyediakan lokasi snorkel lumayan dengan aneka hewan laut, dan yang paling menarik adalah laguna tersembunyi di antara tajamnya karang dan kerasnya ombak. Laguna ini memiliki kedalaman sampai dengan 7 (tujuh) meter, dengan area sangat terbatas, menjadikan laguna ini seperti kolam renang pribadi ber-air asin di tambah dengan karang di sekelilingnya untuk adu nyali melompat ke dalam air.

Senja di Teluk Kiluan
Saya terjaga setelah mendengar suara sumbang beberapa kawan mengisi dinginnya pagi diiringi gemericik air hujan yang turun. Sungguh celaka andai hujan terus mengguyur pagi ini, waktu terbaik untuk melihat pertunjukan lumba-lumba adalah pagi hari dengan cuaca cerah. Setelah beberapa waktu hujan mempermainkan iramanya, kami langsung menuju pantai tempat jukung di tambatkan saat matahari dengan malu-malu mengintip di cakrawala, kami akan sangat terlambat apabila tidak bergegas.

Eforia tarian lumba-lumba sejenak menghapus ketakutan saya akan sempitnya jukung dan kenyataan bahwa saya memiliki kemampuan berenang yang sangat minim dan sekarang berada di tengah laut maha luas. Saat satu per satu bulir keringat turun, akhirnya pekik teriakan "lumba-lumbanya disini" terdengar, dengan semangat empat-lima saya pasang kamera dengan posisi badan dan kaki tegap bersiap membidik adegan saat rombongan lumba-lumba melompat, menari, bercicit ceria di antara puluhan jukung pengganggu di sekitarnya. Ternyata bekal kamera pro-summer dengan kemampuan foto standar sangat merepotkan, tidak bisa melepaskan jepretan secara beruntun yang berakibat pada terbatasnya adegan tarian lumba-lumba yang di dapatkan. Bunyi motor diesel jukung juga mengganggu kelompok lumba-lumba, bisa dilihat dari mereka yang selalu menjauh dari jukung.

Karang terjal menuju laguna
Beberapa hal yang akhirnya saya ketahui, lumba-lumba di alam bebas ternyata berpostur lebih besar jauh dari bayangan lumba-lumba seperti di dunia fantasi. Dan habitat di Teluk Kiluan berdasarkan rumor, merupakan habitat lumba-lumba terbesar di Asia.

Tarian itu tidak lama kami nikmati karena di ujung cakrawala awan pekat menggantung mengejar para jukung yang berusaha mendekat ke bibir pantai. Degup jantung makin kencang tatkala motor diesel mati di tengah kejaran awan dan ombak, angin berembus makin kencang saat diesel berusaha di aktifkan kembali, membuat jukung terombang-ambing di belantara selat Sunda. Beruntungnya kami, diesel tidak lama mogok dan dengan di temani rintik hujan akhirnya kami berhasil mencapai bibir pantai dengan selamat.
Tarian Lumba-Lumba (c) Atek Martin via Rizal Agustin

Read Users' Comments (1)komentar

1 Response to "Teluk kiluan: surga di ujung Sumatera "

  1. Rizal Agustin, on 16 Desember 2013 pukul 11.10 said:

    selalu keren tulisannya om..
    sempet takut juga pas motor di jukungnya mati, ditambah langitnya udah horor.. :p