Plesiran ke Pangandaran

Perjalanan ke pangandaran ini sebenarnya tiba-tiba, aku dihubungi sama Ayu. Perjalanan dimulai hari Jumat malam dengan pit-stop pertama adalah cirle-k pancoran, jam 9 malam kita take-off dengan mobil elf berkapasitas 15 orang. Sepanjang perjalanan disertai sedikit guyonan khas akhirnya tidur menjadi teman yang paling setia. Jam 4 subuh kita sampai di pangandaran, perjalanan yang cukup melelahkan mengingat sopir yang membawa mobil bisa dibilang tak taat aturan dalam berkendara, khas sopir angkot. 

Setelah beres-beres check-in di rumah yang kita sewa, hal pertama yang dilakukan adalah hunting sunrise dilanjutkan dengan sarapan. Sarapan di pinggir pantai yang penuh batu karang penghancur ombak ini terasa berbeda buatku, aku melihat bagaimana para nelayan menarik jaring yang mereka pasang sewaktu malam, dan yang tidak disangka adalah ibu-ibu dan bapak tua yang bisa dikatakan renta, masih ikut menarik jaring tersebut. 
Setelah sarapan dan mandi, tujuan pertama kita adalah Grand Canyon, tempat dimana kita menyusuri sungai diawali dengan perahu dari dermaga, dengan memakan waktu 30 menitan, kita menuju lokasi dimaksud. Sepanjang perjalanan kanan dan kiri penuh pepohonan yang hijau, mengingatkan bahwa alam kita sungguh pun kaya luar biasa. Sesampainya di pemberhentian terakhir Grand Canyon, dengan menggunakan pelampung kita berenang menyusuri sungai melawan arus menuju lokasi bebatuan karang yang luar biasa, air mengalir dari bibir atas tebing, dengan suhu yang cukup dingin untuk udara siang, membuat berenang yang seharusnya menyenangkan, bisa membuat kelu bagi yang tidak terbiasa. Sambil melawan arus dengan air yang jernih, terus lah sampai pada bagian hulu sungai.

Sesampainya di bagian awal sungai ini berasal, kita sempatkan mandi berasa dipancuran karena air turun dari atas tebing dan berhawa dingin. Tentu saja yang menarik disini adalah perasaan kita, bagaimana senangnya bisa sampai diatas dengan berenang melawan arus. Setelah sejenak mandi pancuran, kemudian kita turun ke bagian awal tadi, yang ini lebih menyenangkan, kita tinggal turun mengikuti arus saja, sungguh terasa nyaman, dan bagai naik perosotan, tubuh kita terombang-ambing oleh arus yang tidak beraturan. Memang sesekali kita harus berjalan kaki dengan naik batuan cadas tersebut apabila medan dirasa tidak memungkinkan kita untuk berenang.
Saat selesai baru terasa capeknya, namun tetap saja menyenangkan. Setelah makan kita lanjutkan ke Pantai Batu Karas yang subhanallah, cantik benar, dan ternyata turis asing spotnya ada disini, selain Grand Canyon tadi tentunya. Saya melihat banyak sekali dengan berkelompok mereka makan dipinggir pantai, membaca buku sambil berjemur, bermain ombak, dan tentu saja surfing. Beberapa teman sempat ikut naik Banana Boat, yang aku sendiri tak jadi ikut karena kapasitasnya terbatas. Hanya bermain ombak dan berenang sesekali ke dalam. Aku bilang sangat menyenangkan disini, bisa teriak sepuasnya, dan tentu saja melawan ombak, yang pasti selalu ombak yang menang.
Masih di Batu Karas, pemandangannya selain bagus, sebagian pasirnya juga bertekstur lembut, baru aku sadari ternyata bentuk penginapan disini lebih eksotis, mungkin itu sebabnya turis suka disini. Beberapa kali kita ramai-ramai berfoto ria, mengabadikan momen yang ada, dengan tentu saja gaya yang bisa dibilang old-skul tetapi mengena dihati.
Kembali ke panginapan, di sela-sela perjalanan kita melewati Pantai Batu Hiu, yang dahulu sering banyak hiu terdampar di pantai tersebut, sehingga dinamakan Pantai Batu Hiu, sebagai tanda nama, dibangun patung Ikan Hiu berukuran raksasa. Pantai ini tidaklah nyaman untuk berenang, pantainya berombak ganas dan hanya cocok untuk melihat bagaimana ombak juga bisa tidak bersahabat.

Sesampainya di pangandaran, menjelang senja kita sempatkan untuk bermain di pantai sambil menunggu sunset berlalu, nuansanya cukup syahdu, bagaimana kita bisa melihat siluet dengan berbagai aktifitas yang orang kerjakan, berlari berkejaran, bersenda gurau, dan bercengkrama. Aktifitas malam setelah makan seafood yang aku sendiri tidak tahan dengan bau amisnya, dilanjutkan dengan menyewa sepeda berkeliling pulau, seru banget, kita berkejaran menggunakan sepeda sampai mau ketabrak mobil.

Waktu menunjukan jam 10 malam, dimana kita menghabiskan waktu di penginapan dengan main kartu, siapa yang kalah akan dapat reward berupa colekan lipstik, dan hasilnya aku yang paling banyak mendapat colekan lipstik tersebut, hasil dari permainan yang memang jarang aku mainkan. Karena capek dan ingat dengan kegiatan esok hari yang lebih menegangkan, akhirnya kita semua tertidur, dengan gangguan tidur yang sampai teriak-teriak yang pas sekali teman tersebut tidur di sebelahku, akhirnya menjadi guyon di hari selanjutnya.

Read Users' Comments (0)

the Amazing Race


The Amazing Race, is host by Phil Keoghan, its now on 15th seasons. Basically, I love competition, I love being compete by others. It runs at AXN every monday night at 7 p.m WIB, and rerun on tuesday. Why do I love this show? first of all, I love competition; second of all, they're compete by explore the city around the world. It shows many beautiful place whole world, from reykjavik to south island of New Zealand; and from canary islands to pasific's.

We served by any local tradition, how to play volley at Estonia; until match the number of wire at crowded of India. How they're jumped from CT Tower Macau until directed duck to the farm at Vietnam. For me, it just great, they're compete by other, moving fast to be number one and not to be eliminate. The adrenalin truly punching, and I think it's very exhausting. But, after all, if you get the peak position, you got beautiful prize, most of all are spend holiday at randomly place around the world. Wow!! They're fighting for one million dollar, how big is it, isn't it?

Last year, just like any other programs, they made asian edition, its called The Amazing Race Asia, but I don't know this year, looks never happened. Again, I always complaining, why, they're hard to visit Indonesia. They went to Malay, Singapore, Vietnam, Thailand, then Aussie, but to Indonesia? hmmm, one in a million. Picture on the right are members of 15th The Amazing Race, and now they're on heading to finale three. Brian & Ericka, married; Megan & Cheyne, dating; Sam & Dan, brother; and Big Easy & I don't know the nick name is, they're professional athlete.

Its produced by the Jerry Bruckheimer, one of the top director on Hollywood I can tell. In Asia, its hosted by Allan Wu, but, he's less charming than Phil Keoghan and indeed, lack of creativity, I thought he just shows his body moved. Hahahaha....

Read Users' Comments (0)

Mario Teguh Golden Ways

Here, I'm talking about my fave show at sunday night. Its called Mario Teguh Golden Ways. Began on last October 2009, I found something heavenly on that show, at last. In the early show came up, I don't give any attention at all, I just feel, people always have a feeling to choose everything by them self. Later on, many people talk about it, they said that its fascinating and very inspiratif. Then, I tried to stay tuned on that show, and yes, its very fascinating, diggin' on many scene that people always have to forget.

I remembered when Mario said that people, especially leader, having the wrong way while they're punching other people, then deep in their heart that they're knowing that its very wrong but never to way back into the right way, he said with his body's shakin' and his finger nervously moved, and his face showed very angry. I just blink twice and felt the same way, I know that he's good person anyway.

I always remind my mom to not missed that show, she needs great words and motivator. For me, by this show, by his great words and how he's forcing people to look at deep on them self, that was very nice. Eligible to add something that I was deny, to be frank, why do I feel very sorry everytime he talks about people who hating them self, who denying, not acceptable each way in particular. I realize, he wakes me up.

Read Users' Comments (0)

Saturday fun (by accident)

I lied. I said that I'm having class at noon. Honestly, I just want to take a walk, hunting some things by myself. It happens after we went to hospital to visit the boss. He's sick, quite bad. We separated then, I together with my colleage heading to Kota, again, we split it up. So here I am.

After having short lunch at station, by train I'm heading to Pasar Senen, I went to Pabona bookstore do some things for the college. Its disturb by rain because I'm wearing fabric-half-paper-shoes, they're fragile by water, it's not worthy if we look at the price, after all. Had a little explore the area, then as quick as I can, chasing the bus to the next destination, Ambassador.

Lucky for me, there's no traffic, but once again, the rain gone wild. While I'm sitting on the transfer vehicle to the place, suddenly I met my friend, Tepoy. Had someting to chat then we arrived at the mal. Did something that I have plan and we finally met Komang and Ayu. They're already had plan with Tepoy did something fun after the exam. Then, I become guest without invitation.

Suddenly, my plan's change, I postponed right through the station for going home, I followed them. We're headed to the next destination, the Plaza Semanggi's. We gathered with Eka and Galih, then become a haha-hihi activities, something rare for me recently. We're having early dinner together while haha-hihi, discussed about things, about those, everything. And of course the movie.

Ayu driven us to the next chapter of haha-hihi activities, karaoke thing. And voila... we did it. Something funny there, we undirectly split by three scene, Dangdut; Jazz and Soul; and Pop. Galih was terribly likes Dangdut very much, its looks by song he was sung. Tepoy, the star here, he's having soul sensation on his voice, quite through with the original's singer. I, who's having voice like break-odd-can just become the pop loving, together with Eka, which is together with Ayu, quite simiarly having an unigue vocal. Afterall, Komang become the buble's cover after sung the song Haven't Met You Yet.

I thought, if I don't met them, I just pouring rain at home watched some DVD's with a cup of tea. Well, thank you guys for having me a great saturday. I arrived at home by 11 p.m by night train, something that finally convince me not to hesitate if I spend time at downtown later.

Read Users' Comments (0)

Jona, kelinci malangku

Aku membelinya di pasar minggu pagi pemda Cibinong yang luar biasa ramai. Itu kali pertama aku jalan-jalan kesana. Waktu itu aku pergi dengan Donny. Dengannya aku diperkenalkan suasana bagaimana keramaian pasar pagi yang ada di hari minggu tersebut.



Aku tertarik dengannya. Ia lucu. Sedikit bertanya bagaimana cara merawat seekor kelinci, akhirnya aku membelinya, sebuah keputusan yang sangat singkat prosesnya.



Ia aku beli sepasang dengan kelinci betina yang kuberi nama Lana. Sedikit cerita tentang Jona. Ia kubeli saat berumur 3 bulan, dengan gambar disamping yang lincah, susah buatku mengambil fotonya dari depan. Rumah kontrakan lamaku yang lumayan lega menjadi tempat ia berlari-lari, Sabtu dan Minggu kalau cuaca sedang bagus, aku biarkan ia di taman depan, sambil terus memerhatikannya, jangan sampai lari ke jalan di depan. Sesekali aku kejar ia.

Aku membelinya saat musim hujan, dan karena ketololanku, ia jadi sakit. Aku hanya menyediakan kain di kandangnya supaya hangat, dan sayuran sebagai makanannya, aku taruh di kulkas, hal yang menurut yang lebih berpengalaman haram dilakukan. Aku tidak tahu, kurang lebih hanya satu bulan ia bersamaku, menemani hari-hariku, menambah pekerjaanku karena kotorannya harus dibersihkan tiap hari.

Suatu malam ada bunyi ngiiiik lama, dan beberapa kali berulang, aku kemudian bangun mendapati Jona-ku sedang sekarat, aku pegangin tubuhnya, aku belai. Ia menghembuskan nafas terakhirnya beberapa menit kemudian, aku menguburnya di taman depan kontrakan lamaku. Aku sedih. Ia menghembuskan nafas terakhir dua hari sejak Lana-ku pun pergi, dengan kasus yang sama, yang aku pikir, mereka kedinginan.

Sampai saat ini aku masih menyukai kelinci, pernah kepikiran untuk membelinya lagi, hanya saja aku takut kejadian berulang, apalagi tempatku yang sekarang sempit, mana sempat nantinya buat mereka berlari-lari dengan riang.

Ada satu hal menarik sebenarnya saat kejadian Jona dan Lana tiada, seorang kawan tiba-tiba mengirimkanku satu pasang boneka puppy lucu, memang bukan babitty, tetap saja kuhargai ketulusannya. Sampai saat ini, sepasang puppy itu masih berada di kamarku, mungkin sampai salah satu keponakanku akan mengambil paksa.

Buat Jona dan Lana, I miss you....

Read Users' Comments (0)

Hilang Lana-ku

Hujan baru saja reda saat aku sampai di stasiun lama ini, stasiun yang selalu tampak kotor itu menjadi semakin terlihat kusam setelah tersiram air hujan. Disini aku punya cerita. Aku punya seorang teman.

Namanya Lana, gadis belia berusia tidak lebih dari lima belas tahun. Aku mengenalnya pertama kali saat sedang duduk menunggu kereta di stasiun lama. Ia sedang duduk di pojokan kala itu, matanya kuyu, tatapannya nanar seolah menahan sesuatu untuk ditumpahkan. Beberapa kali ia terlihat gusar. Aku memperhatikannya. Sampai keretaku lewat, aku tetap duduk memperhatikannya. Ia telah menarik perhatianku.

Sampai hampir satu babak dalam lakon drama, aku terus memperhatikannya. Ia tak banyak bergerak, sesekali menggigiti kukunya, sambil terus menatap nanar, bolak-balik kosong kekiri dan kekanan. Kurapatkan posisi dudukku, aku geser mendekatinya, ia diam tak bergeming, seolah membiarkan atau memang tak tahu kalau seseorang disebelahnya sedari tadi terus memperhatikannya, ingin tahu apa yang ada dalam dirinya. Lama tak bergerak, akhirnya ku ulurkan tangan, ia tak kaget. Ia menerima uluran tanganku dan membalasnya. Ia hanya diam, kami bersalaman. Aku menyebutkan namaku, ia pun kemudian menyebut sebuah nama yang menurutku tidak biasa, Lana. 

Sampai lima menit kami diam, ia tetap seperti sebelumnya. 

Aku coba bertanya, ia pun menjawab sekenanya, layaknya narapidana. Aku kemudian meyimpulkan sendiri apa yang sedang dirasakannya, ia kesepian, ibunya terlalu miskin untuk bisa membelikannya mainan yang bermacam-macam, ayahnya terlalu kasar untuk bisa membelainya seperti seorang putri raja. Ia dituntut macam-macam, terlalu besar tanggung jawabnya untuk seorang anak seusianya. Ia kesepian, ia jarang berbicara dengan ayah ibunya, ia jarang berbicara dengan orang lain. Ia hanya punya teman satu, yang diberi nama Pion. Sebuah gantungan kunci berbentuk boneka yang menyerupai pion dalam permainan catur. Ia tak sekolah, ia hanya sekedar bisa baca dan tulis, tak layaknya anak seusianya yang sedang bungah-bungahnya dibangku sekolah, memulai pubertasnya mengenal lawan jenis dan lainnya. 

Ia punya cita-cita menjadi penulis cerita, ia banyak bercerita pada pohon, pada jalanan, pada makanan yang sesekali ia muntahkan, dan tentunya pada Pion teman satu-satunya.

Aku tahu rutinitasnya, ia akan berada di stasiun ini pukul 4 sore, menunggu orang-orang bubaran kantor dan menjajakan dagangannya kalau belum habis. Kalau sudah habis, ia hanya akan diam duduk di pojokan sambil menatap nanar orang-orang dan sesuatu di sekitarnya sampai senja datang, saat ia akan berjalan pulang ke rumah reyotnya tak jauh dari stasiun.

Hari hampir senja tapi aku tak menemukan dirinya. Ia biasa duduk di peron dimana Kereta AC berhenti, ia berujar, penumpangnya baik, bersih, dan ramah, apalagi jualannya selalu habis kalau disini. Berbeda kalau di peron lain dimana ia hanya akan mendengar kata makian dan hal biasa barang dagangannya akan diminta paksa oleh orang-orang yang mengaku memiliki peron tersebut. Kalau sudah begitu ia akan balas memaki dan berteriak.

Kembali ke Lana, hari sudah senja. Aku tetap tak menemukannya. Aku kembali keesokan harinya, terus dan terus lagi. Mendengar ia bercerita dengan Pion membuatku seolah menemukan oase atas apa yang aku rasakan saat ini. Sesuatu yang berbeda yang tidak monoton. Sudah hari ke-tiga aku mencarinya, ia masih nihil.

Kembali aku duduk, seperti biasa, sambil sesekali memperhatikan perilaku orang di stasiun. Aku kehilangan Lana.

Read Users' Comments (0)

Kalau kamu, kapan nikah?

Pertanyaan ini mungkin pas ditujukan buatku sekarang, dan dengan tangkas aku jawab, "maaf, aku selesaikan dulu kuliahnya". Beberapa bulan ini teman-teman kantorku seperti berlomba buat menikah, kalau ada analogi semacam itu tentunya, dan dengan pemaksaan kehendak, aku analogikan begitu. Tentunya aku perhatikan yang seumur atau sepantaran denganku. 

Pertama, Donny, teman satu angkatanku, tiba-tiba ada status "tunangan" di akun facebooknya. Selesai libur lebaran ternyata berita itu benar adanya, dia berencana menikah di pertengahan tahun depan.

Kedua, Agung, seniorku, dengan lancarnya membagikan undangan satu per satu kepada kami.

Ketiga, Adi, satu angkatan juga sebenarnya, hanya saja dia Prodip 3. Beberapa minggu terakhir dia meminta penjelasan tentang cuti alasan penting, setelah ditanya lebih lanjut ternyata untuk pernikahannya juga yang rencana akan dilangsungkan Pebruari tahun depan.

Yang keempat, mungkin ini yang menjadi isu hangat beberapa hari terakhir, Beta, seorang yang kalau diperhatikan sejenak dan sekilas bak seorang yang tak percaya adanya lembaga pernikahn, tiba-tiba akan melangsungkan pernikahan akhir bulan depan. Luar biasa! 

So, aku kapan?

Yang pasti, dengan makin banyaknya teman satu angkatan yang menikah, membuatku celingak-celinguk, mencari, adakah kawan yang belum menikah juga sampai detik ini? Bukan tanpa alasan memang, umurku sudah seperempat abad, dengan pekerjaan tetap sudah sepantasnya mempunyai keluarga sendiri. Namun, kuliahku yang baru jalan tiga semester sepertinya tetap menjadi pilihanku saat ini, mudah-mudahan lancar.

Buat teman-teman yang baru-baru ini menikah, dan akan segera melangsungkan pernikahan, aku ucapkan selamat menempuh hidup baru, sukses selalu.

Read Users' Comments (0)

1st anniversary

Happy 1st Anniversary....

Today, last year ago, I started writing here. By now, couple stories have written and still counting. Actually, thousand minds are tick-tock ask to run out, but my fingers don't let it go. Seem like a huge wall blocking in my mind everytime I have to tell my story here. 

In my 1st anniversary, I have some wishes. Hope that start today, everyday, or once in two days I have something to write here. Just make some unimportant issue, scream-out, or fucking 'bout something happen accidentally. Hope that somebody will help out to make something different 'bout this place, something unique and interesting, honestly, I don't have any expert for that.

There's might be a cake in particular, but I don't have one. I just enjoy my jasmine tea and bars, with David Foster in the stereo, they're color me celebrating the 1st anniversary.

Read Users' Comments (0)

Aku dan sepedaku

Aku kenal sepeda sudah agak besar, mungkin kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar, telat memang, waktu itu berbekal pinjam dari tetangga, aku mulai belajar naik sepeda mini, yah, dengan tubuhku yang sudah bongsor untuk ukuran sepeda mini, aku mulai mengayuh, sedikit demi sedikit, dan berteriak histeris ketika bisa jalan beberapa meter, begitu seterusnya. Dalam tempo singkat aku bisa mengendarai sebuah sepeda. Drama pun dimulai, aku merengek minta dibelikan sepeda kepada Ayahku, bekas pun tak apalah. Akhirnya hari yang ditunggu itu tiba, aku dapat sepeda bekas, lumayan. Hari-hariku kugunakan untuk terus mengendarainya.

Dan memang, sepeda pun ada musimnya, saat musim sepeda tiba, kami-aku dan beberapa anak di lingkungan rumahku beramai-ramai mengendarai sepeda menuju tempat-tempat yang sama sekali asing buatku, menyusuri saluran irigasi yang sampai tembus ke beberapa desa sebelah, yang pulangnya sampai hampir senja, sampai ke hutan di sebelah utara desaku, waktu itu sedang terjadi perambahan hutan, hutan tapi berasa pasar malam. Bunyi desing mesin bersahutan, sampai terjadi pembakaran juga. Ada dua perasaan yang aku alami waktu itu, pertama adalah perasaan senang karena di hutan tidak sepi seperti biasanya; dan yang kedua adalah perasaan tidak senang karena menjadi panas, dan kesan spooky di hutan menjadi tidak ada.

Belum pernah aku dapat sepeda baru, dari beberapa kali ganti sepeda, selalu yang bekas pakai. Pertama yaitu sepeda BMX biasa, yang menurutku menjadi terlalu kecil, tidak sesuai ukuran badanku. Kemudian ditukar-tambah dengan sepeda bekas juga, yang ini model polygon, tapi bukan polygon, sepeda merk itu sepertinya hanya bisa aku lihat di iklan TV tanpa pernah mampir di lingkunganku, apalagi menjadi milikku. Yang paling aku ingat adalah sepeda model ibu-ibu yang buat belanja ke pasar, sepeda itu ditukar dengan tetanggaku yang menginginkan sepeda model polygon, yang menurutku sadelnya terlalu tinggi sehingga aku sampai jinjit buat mengayuh.

Sampai setua ini aku jarang menggunakan sepeda lagi, mungkin kebiasaan itu hilang sejak ngekos di Purwokerto. Oh ya, ada pengalaman menarik sewaktu ngekos disana, aku sempat beberapa kali meminjam sepeda dari kawan yang kebetulan mempergunakan sepeda sebagai alat bepergian. Waktu itu sepeda pun sangatlah aji, kita sampai mendewakan, dan berebut meminjam.

Ceritanya begini, saat itu belum genaplah sebulan aku tinggal di kota itu, di kosku ada sepeda BMX yang sesuai ukuranku, aku meminjamnya dengan dalih mau ke alun-alun. Perjalanan dimulai setelah ashar, aku kayuh terus sepeda sambil mengenal suasana kota itu, kayuh kayuh kayuh terus sampai alun-alun, sesampainya disana aku istirahat sebentar dan meneruskan perjalanan. Saat ada pertigaan, aku nekat lurus, seharusnya belok kiri, begitu lurus aku kayuh terus kok ndak sampai-sampai kos ya. Terus sampai aku menemukan sebuah plang bertuliskan, Jakarta-Tegal; Cilacap-Bandung; dan Banyumas-Yogyakarta. Ya Tuhan! daerah mana ini? aku sampai mandi peluh naik turun jalanan medan itu, melewati beberapa rel kereta api, hari menjelang gelap, aku was-was, takut!

Sejak kejadian itu akhirnya aku hanya meminjam sepeda dengan tujuan jelas seperti, supermarket; daerah Unsoed-mencari warnet-dan rental komputer; alun-alun; dan kos-kosan kawan. Pengalaman itu tidak aku ceritakan sewaktu sampai di kos, aku hanya di tanya dari mana kok sampai malam baru sampai, aku jawab di alun-alun ada senam, cerita yang aku buat-buat untuk menutupi rasa cemasku tadi. Sampai sekarang aku masih suka tersenyum kalau melewati kota itu, apalagi pas melewati jalanan naik turun itu.

Read Users' Comments (0)

Dug dug dug bukan bedug....

Sudah beberapa minggu ini jantungku berdetak lebih kencang, dug dug dug dug, dengan frekuensi yang lebih sering. Beberapa teman yang tanya kabarku dan kebetulan dekat langsung aku ceritakan keadaanku, beberapa memang aku yang clamitan, aku yang tiba-tiba ngabari mereka tanya kira-kira kenapa kok jantungku jadi begini. Jawabannya macam-macam, ada yang bilang, "jangan minum kopi"; "siapa sih yang kamu pikirkan?"; sampai "lagi mikirin apa?".

Memang lagi-lagi sebenarnya aku sendiri lah yang tau persis keadaanku, bagaimana sebenarnya jantungku bisa lebih cepat berdetak. Sejujurnya, aku tidak tahu penyebabnya, Ibuku menyarankan segera ke dokter, tapi aku takut. Adakah hal-hal yang aku pikirkan? yang berat misalnya, lama berpikir, satu, dua, tiga, hasilnya nihil.

Pekerjaan. Aku pikir sejauh ini terkendali, hasil gemblengan lima tahun lebih di bagian yang sama membuatku tahu trik bagaimana untuk menyelesaikan pekerjaan lebih cepat. Atau mungkin aku bosan sekarang? Masalah disiplin sudah bisa aku hadapi, tidak ada waktu untuk sekedar menonton TV di pagi hari yang sering membuat terlambat.

Kuliah. Aha! Satu lagi penyebab aku malas, aku bosan kuliah. Aku kangen masa dimana bisa nonton TV atau jalan-jalan diwaktu libur, bahkan aku sudah lupa rasanya tidur siang. Penyebab lain juga karena beberapa dosen tidak seperti harapanku. Dosen Kewiraan yang sepertinya sangat perfect, bahkan menulis pun kami harus di dikte, Tuhanku! Dosen bahasa Inggrisku yang sepertinya makin membuat aku tumpul untuk ber-cas-cis-cus yes-no yes-no.

Saat pelajaran Inggris berlangsung sebenarnya aku cuma iseng membuang bosan dengan membuat facebook manual yang di edarkan ke seluruh kawan sekelas, "kapan-kapan karaokean yuk!" begitu aku menulis. Dari jawaban yang beredar akhirnya nyerempet ke masalah pelajaran yang sedang kita ikuti, yang sebenarnya tidak kami ikuti, yang kami hanya bercanda sendiri. Intinya mereka-kami-aku menginginkan sebuah resolusi bagaimana membuat pelajaran ini menjadi menarik. Bagaimana kami menjadi suka seperti awal dulu.

Setelah lama berpikir, aku akan-berusaha memberanikan diri bicara langsung ke sang dosen, minggu depan aku harus bicara ihwal bagaimana kami-aku yang bisa-bisa mati kebosanan dengan cara beliau mengajar, dan berusaha mencari titik temunya.

Lho? ini kok jadi ngomongin dosen ya...

Kemarin ke dokter, kata beliau sih katanya biasa detak jantung seperti yang aku alami. Masa? Sepertinya aku benar-benar harus memberanikan ke dokter yang lengkap dengan diagnosa dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Kecilku saja cita-citanya jadi dokter, masa sekarang takut ke dokter?

Read Users' Comments (0)