Dug dug dug bukan bedug....

Sudah beberapa minggu ini jantungku berdetak lebih kencang, dug dug dug dug, dengan frekuensi yang lebih sering. Beberapa teman yang tanya kabarku dan kebetulan dekat langsung aku ceritakan keadaanku, beberapa memang aku yang clamitan, aku yang tiba-tiba ngabari mereka tanya kira-kira kenapa kok jantungku jadi begini. Jawabannya macam-macam, ada yang bilang, "jangan minum kopi"; "siapa sih yang kamu pikirkan?"; sampai "lagi mikirin apa?".

Memang lagi-lagi sebenarnya aku sendiri lah yang tau persis keadaanku, bagaimana sebenarnya jantungku bisa lebih cepat berdetak. Sejujurnya, aku tidak tahu penyebabnya, Ibuku menyarankan segera ke dokter, tapi aku takut. Adakah hal-hal yang aku pikirkan? yang berat misalnya, lama berpikir, satu, dua, tiga, hasilnya nihil.

Pekerjaan. Aku pikir sejauh ini terkendali, hasil gemblengan lima tahun lebih di bagian yang sama membuatku tahu trik bagaimana untuk menyelesaikan pekerjaan lebih cepat. Atau mungkin aku bosan sekarang? Masalah disiplin sudah bisa aku hadapi, tidak ada waktu untuk sekedar menonton TV di pagi hari yang sering membuat terlambat.

Kuliah. Aha! Satu lagi penyebab aku malas, aku bosan kuliah. Aku kangen masa dimana bisa nonton TV atau jalan-jalan diwaktu libur, bahkan aku sudah lupa rasanya tidur siang. Penyebab lain juga karena beberapa dosen tidak seperti harapanku. Dosen Kewiraan yang sepertinya sangat perfect, bahkan menulis pun kami harus di dikte, Tuhanku! Dosen bahasa Inggrisku yang sepertinya makin membuat aku tumpul untuk ber-cas-cis-cus yes-no yes-no.

Saat pelajaran Inggris berlangsung sebenarnya aku cuma iseng membuang bosan dengan membuat facebook manual yang di edarkan ke seluruh kawan sekelas, "kapan-kapan karaokean yuk!" begitu aku menulis. Dari jawaban yang beredar akhirnya nyerempet ke masalah pelajaran yang sedang kita ikuti, yang sebenarnya tidak kami ikuti, yang kami hanya bercanda sendiri. Intinya mereka-kami-aku menginginkan sebuah resolusi bagaimana membuat pelajaran ini menjadi menarik. Bagaimana kami menjadi suka seperti awal dulu.

Setelah lama berpikir, aku akan-berusaha memberanikan diri bicara langsung ke sang dosen, minggu depan aku harus bicara ihwal bagaimana kami-aku yang bisa-bisa mati kebosanan dengan cara beliau mengajar, dan berusaha mencari titik temunya.

Lho? ini kok jadi ngomongin dosen ya...

Kemarin ke dokter, kata beliau sih katanya biasa detak jantung seperti yang aku alami. Masa? Sepertinya aku benar-benar harus memberanikan ke dokter yang lengkap dengan diagnosa dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Kecilku saja cita-citanya jadi dokter, masa sekarang takut ke dokter?

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Dug dug dug bukan bedug...."