Hong Kong: Central to the Peak

Maps of Central to Peak Tram Terminus
Ada sebuah ungkapan begini "jangan bilang pernah ke Hong Kong kalau belum sampai di the Peak", mungkin ungkapan tersebut bisa jadi merupakan gambaran bagaimana suasana the Peak yang sebenarnya.

The Peak atau Victoria Peak atau secara geografi memiliki nama Mount Austin merupakan tempat tertinggi di Hong Kong Island. Kita bisa melihat Hong Kong di bawahnya dan Kowloon di seberang lautan, dan saat senja menjelang, suasana begitu ramai, kita bisa melihat saat matahari terbenam dan bagaimana lampu-lampu gedung di Hong Kong dan Kowloon akan menyala satu per satu, sampai pada acara Symphony of Lights yang digelar setiap hari mulai pukul 8 malam. 

Mudah saja kita menuju kesana. Saat saya sedang menyusuri Rute Central, secara tidak sengaja saya melihat Peak Tram Terminus karena ternyata letaknya bersinggungan dengan rute yang ada. Setelah lelah berjalan kaki dari SoHo menuju ke lokasi Peak Tram Terminus, saya membeli tiket pulang-balik menggunakan Peak Tram. Beberapa tips perjalanan menuju ke the Peak berbunyi "saat naik ke the Peak, usahakan apabila naik menggunakan Peak Tram, turun dengan bus, kalian akan di suguhi pemandangan yang benar-benar luar biasa", namun saya mengesampingkan hal tersebut, saya membeli tiket terusan dengan alasan praktis, saya akan sampai malam di the Peak dan malas lagi untuk mencari rute pulang.

Bruce Lee @Madame Tussaud
Seperti apa sih rasanya naik Tram? Apa beda Tram yang di jalur rata dengan Peak Tram? Tram yang saya naiki untuk menuju ke the Peak ini berwarna merah dengan gaya awal 1900an awalnya merupakan moda transportasi untuk membawa barang dan manusia dari dan menuju ke puncak, jadi Tram ini berusia lebih 100 tahun, luar biasa ya. 

Jalurnya mula-mula kemiringan 30 derajat dan semakin kita naik, kemiringan terus bertambah sampai mendekati 90 derajat, dengan pemandangan sebelah kiri kita adalah hutan sedangkan sebelah kanan jurang dimana kita bisa melihat laut di sekitar Kowloon dan Central. Di tengah-tengah perjalanan, tram akan benar-benar berhenti untuk memberi kita kesempatan melihat pemandangan di sebelah kanan.

Sesampainya di Terminus sajian pertama yang muncul adalah lorong yang berisi toko oleh-oleh khas, pintar sekali orang Hong Kong ini menggiring wisatawan untuk belanja. Kita benar-benar tidak bisa melewati jalan lain selain melewati lorong yang kanan kirinya melambai-lambai pernak pernik yang cantik.

Begitu naik ke level berikutnya, Musem Madam Tussaud akan memaksa kita untuk masuk, museum lilin ini ramai dengan pengunjung, terlebih lagi di area lobi dipasang patung lilin dengan fasilitas gratis seperti Bruce Lee dan Madonna. Kalau mau melihat lebih lagi, tinggal bayar tiket masuknya. Saya sendiri ogah masuk, mahal dan tidak memberikan pengalaman apapun.

The Peak famous vista over Hong Kong Island and beyond
Begitu pintu keluar gedung menuju area terrace The Peak angin langsung saja menyapa, mungkin mereka berkata "lihatlah, ini Hong Kong sekarang, modern sophisticated and traditional". Saya sampai sana masih agak sorean, saya masih sempat melihat awan-awan berarak cantik di atas dan di ufuk barat mulai berwarna kemerahan tanda senja mulai menyapa.

Area disini terdapat sejarah Hong Kong era perang opium sampai ke tangan Inggris. Dan yang tidak ketinggalan, disini terdapat ucapan cinta berwarna ungu dimana kita bisa menyematkan best wishes. Saya tentu saja melakukannya dan dengan sedikit malu minta untuk di foto kepada seseorang di sebelah saya. Semacam gembok cinta yang ada di belahan dunia lain.

Menjelang malam, kita akan sedikit terusir oleh penjaja foto yang memaksa meminta spot untuk orang yang rela membayar untuk pose yang memang ciamik. Posisinya benar-benar pas, mereka tahu benar tempatnya. Setelah lelah hanya duduk memandang kejauhan, dan ditemani oleh lampu-lampu gedung yang fantastik, saya segera bergeser menuju elevator saat orang-orang mulai berteriak, "oooh..." "aaaaahhhh" dan badan saya kemudian berbalik melihat apa yang terjadi yang ternyata merupakan pertunjukan Symphony of Lights.

Setelah 15 menit saya menonton pertunjukan itu, saya paksakan turun, di tram saya sempat tertidur dan ditertawakan karena mau terjatuh. Sesampainya di Terminus bawah, segera saja saya jalan cepat menuju stasiun MTR terdekat dan berebut kereta dengan yang lain menuju lokasi selanjutnya.

The Peak a minute before Symphony of Lights

Read Users' Comments (0)

Macau: Disaster

@Senado Square
Bayangkan sejenak saat kalian merencanakan sesuatu dengan sempurna kemudian karena sebab yang tidak bisa di lawan menjadi berantakan. Saya mengalaminya saat perjalanan ke Macau. Perjalanan ini saya rencanakan satu hari satu malam dari Hong Kong dan menyebrang pada pagi hari, apa daya, induk semang selama di Hong Kong menahan saya lebih lama dan menyarankan saya berangkat di sore hari.

Perjalanan ke Macau saya lalui dengan tidur di dalam ferry dan begitu turun di dermaga, ternyata Macau hujan deras, saya langsung panik, dengan minimnya informasi dan kurangnya transportasi publik membuat saya sedikit khawatir dan makin khawatir saat saya menunggu lebih dari dua jam antrian di Imigrasi. Puncaknya saya bingung dan mondar-mandir apakah akan menuju Venetian atau mencari penginapan terlebih dahulu, sungguh saya menyia-nyiakan waktu selama satu jam sebelum akhirnya saya memutuskan untuk mencari penginapan, hal yang kemudian saya sesali.

Macau pada saat hujan ternyata macet luar biasa, tidak beda dengan Jakarta, sampai warga lokal memilih turun dan berjalan kaki. Dalam bus saya memerhatikan mbak-mbak dengan logat medok jawa ngobrol di telepon selularnya. Saya beranikan untuk mengajak ngobrol begitu selesai, dan saya di tawarkan untuk mampir ke tempatnya sebelum nanti akan di antar ke penginapan yang saya cari, saya tolak dengan pertimbangan mbak-mbaknya genit dan saya takut di paksa tidur dengannya. Sungguh! Hal ini yang kemudian saya sesali juga beberapa jam berikutnya.

Setelah turun dari bus setelah tidak tahan macet saya berjalan menelusuri jalan demi jalan dan akhirnya menemukan Senado Square dimana banyak bangunan wisata. Saya memutuskan untuk menukarkan HKD ke Macau Picata dan kemudian saya sesali karena ternyata HKD lebih diterima daripada mata uang lokalnya, hal yang menurut saya aneh. Pantas saja mbak-mbak di penukaran uang memicingkan mata saat saya menukarkan mata uang tersebut. 

Saya telah berjalan lebih dari satu jam untuk sampai di Senado Square, dengan backpack yang melebihi berat badan saya dan hujan mengguyur, praktis saya capai lahir dan bathin, saat makan di sebuah McDonalds lebih parah lagi, saya mengajak ngobrol sepasang lesbian migran Indonesia yang sedang berlibur ke Macau dari tempat kerjanya di Hong Kong dan saya di ajak tidur, katanya sebagai selingan, dan lebih nggak tahu malunya, mereka menyebut saya pekerja migran yang kabur dari Korea dan sedang mencari kekasihnya yang menjadi waitress di Kasino Macau. Edan!!!!

Dyke issued di kalangan pekerja migran Indonesia di Hong Kong merupakan hal lumrah dan kalau ingin tahu secara gamblang, datanglah pada hari minggu pagi ke Victoria Park, maka kalian akan shock melihat mereka dengan biasa mencium kekasihnya di bangku taman. 

Kembali ke kecauan selama di Macau. Tidak berhenti pada hal di atas, saya bertanya kepada mbak-mbak penjaga Starbucks penginapan yang saya sebut dan di bantu alamat dalam aksara Pin Yin dan merekomendasikan taksi, saya keder, uang saya tipis, apa kabar kalau saya naik taksi yang setelah saya tanya kebanyakan mereka tidak menerima Picata tetapi hanya HKD, what the F%$#!

Akhirnya saya luntang lantung jalan kesana kemari, sesekali berhenti setelah menemukan spot menarik untuk mengambil gambar, ternyata battere kamera saya ngedrop, beruntung handphone saya masih nyala. Setelah lebih dari tiga jam berjalan saya menemukan tempat yang saya cari dan dengan senangnya diberi tahu oleh petugas penginapan kalau saya beruntung, langsung datang ke lokasi dan masih ada bed yang kosong. Mereka bercerita tentang minimnya penginapan murah di Macau dan sering memberikan area lobi sebagai tempat tidur cadangan para pelancong yang tidak kebagian bed. 

Saya mengobrol beberapa lama dengan ibu-ibu penjaga penginapan dan memutuskan untuk melihat Macau esok harinya dengan harapan akan cerah karena di luar hujan makin deras, ibu-ibu yang memiliki nama Fatima setelah menikah dengan orang Bangladesh tersebut sebenarnya menyarankan saya untuk malam itu juga berkeliling Macau karena Macau sangat kecil dan bisa ditempuh hanya berjalan kaki dalam beberapa jam, kalau saya melihat ke belakang saya sudah tiga jam berjalan, rasanya saya tak sanggup lagi. Saya memilih mandi dan tidur.

Saya bagun esok harinya dan mendapati protes keras dari seorang pelancong yang bilang bunyi ngorok saya yang terlampau kencang dan menganggunya sehingga ia harus ke bar untuk menghabiskan malam, oleh ibu-ibu penjaga penginapan dibilang hal tersebut wajar karena kebanyakan pelancong memang kelelahan dan sudah biasa mendengar bunyi dengkuran selama tidur. Puhhh!!!

Ternyata pagi itu masih saja hujan dan deras, harus bagaimana saya? Saya sedih karena pesawat saya jam 11 dan saat waktu menunjukan angka 9 hujan masih dengan ceria mengguyur. Akhirnya saya pamitan dan berjalan menuju tempat bis bandara. Lagi-lagi bencana datang karena sudah lebih dari setengah jam saya berjalan tidak mendapati bus, alih-alih mendapati antrian luar biasa panjang dan rapi dari penduduk lokal menuju sebuah taksi stand, saya kagum dengan  mereka, membandingkan dengan di Jakarta pasti sudah terjadi adu jotos dan mulut. 

Saya akhirnya memutuskan mencari taksi dan segera menuju bandara yang katanya berjarak 15 menit saja, apa daya hujan dan macet mendera, perjalanan lebih dari 30 menit dan saya sudah panik luar biasa, jam menunjukan angka 10 lewat, saat sampai di counter tiket saya di marahi habis-habisan oleh petugas, lain kali tidak boleh begini dan apa tidak tahu peraturan kalau harus ada satu jam sebelumnya. Jangan bandingkan dengan pelayanan ramah dan murah senyum yang kita harapkan, kebanyakan penerbangan murah di luar negeri akan memaki habis-habisan penumpang yang tidak sesuai prosedur, tidak ada sapaan ramah, alih-alih judes. Saya berlari sepanjang bandara yang tidak lebih besar dari Djuanda Surabaya dan melewati Imigrasi dengan lancar. Sesampainya di ruang tunggu ternyata pesawat delay karena cuaca, dengan menahan napas akhirnya saya berkeliling bandara sambil membeli oleh-oleh di Duty Free. 

Sungguh saya menyesal tidak bisa berkeliling Macau, suatu hari nanti saya akan kesana lagi.

Read Users' Comments (0)

Hong Kong: Rute Central

Peta Rute Central
Hong Kong bagi pejalan kaki merupakan salah satu surga, dan saya sendiri sungguh mengakuinya, selain Singapore tentunya. Perjalanan ke Hong Kong bulan Nopember 2011 kemarin selama seminggu saya habiskan kebanyakan dengan berjalan kaki.

Buku panduan saya terbitan National Geographic sungguh sangat membantu dalam memilih dan menentukan rute yang benar-benar menarik. Salah satunya untuk area Central saya dapatkan pengalaman jalan kaki yang menyenangkan. Saya memulai benar-benar sesuai panduan dari buku, no less. Perjalanan dimulai dari (1) Legislative Council building, tidak susah mencari gedung ini karena letaknya yang sungguh strategis. Di depan gedung ini terdapat taman yang diberi nama Statue Square dimana berdiri patung megah salah satu founder HSBC yang bernama Sir Thomas Jackson. Saat saya sampai disana, sebelumnya ternyata saya sudah melewati (2) HSBC headquarters dimana terdapat akses jalan di bagian bawahnya, menyebrang lewat jalur tram. Seperti gedung lainnya di Hong Kong yang sangat memanusiakan pejalan kaki dan tidak terlalu terkesan "wah" seperti gedung dan hotel di Jakarta, gedung ini dari jauh sangat mencolok dengan lambangnya. (3) I.M. Pei's Bank of China building yang berada di sebelah kirinya tidak saya perhatikan dari dekat mengingat saya harus berada pada jalur yang ada, yang pasti gedung ini sangat dan paling mencolok di antara jejeran gedung lainnya, bahkan saat kita berada di sisi Kowloon dan The Peak sekalipun, gedung ini merupakan salah satu Hong Kong's iconic skyline. 

(1) Legislative Council building & (2) HSBC headquarters


Look at (3) the Bank of China
Gedung selanjutnya yang akan kita lihat adalah (4) Court of Final Appeal yang bisa kita lewati dengan menandainya sebagai gedung kuno dengan dinding batu bata persis layaknya bagunan di Inggris. Jalan menuju gedung ini menanjak dengan kemiringan hampir 45 derajat dimana selanjutnya kita akan menemukan sebuah taman dimana disitu terletak (5) St. John's Cathedral, saat saya kesana disana sedang dilaksanakan acara pernikahan, dan tahukan kalian kalau gereja ini merupakan gereja anglikan tertua di asia? Di taman ini saya melihat acara pernikahan yang glamour, saya duduk di bangku taman sambil istirahat setelah jalan menanjak dan kemudian bertemu dengan beberapa pekerja migran asal Indonesia yang sedang off. 

Setelah istirahat sejenak dan ngobrol dengan mbak-mbak asal Ponorogo, Jawa Timur tersebut, saya melanjutkan perjalanan ke atas kemudian belok, nanjak lagi sodara-sodara, dan dalam perjalanan tersebut saya melihat gerbang menuju The Peak. Saya sudah ngiler duluan untuk naik ke sana tapi saya tahan, nanti bisa kembali setelah menyelesaikan rute ini.

Sir Thomas Jackson Statue @Statue Square
Setelah sempat bertanya beberapa kali dengan pejalan kaki disana, akhirnya ketemu juga (6) Foreign Correspondents' Club yang saya sendiri belum mengerti apa sebenarnya isi gedung ini. Jadi setelah mencari tahu, gedung ini semacam gedung yang berisi jejak rekam dan arsip Hong Kong dan China pada masa lalu. Langkah selanjutnya kita akan bertemu dengan gedung (7) Fringe Club, gedung yang berada di ujung Western District ini berisi hal-hal berbau seni kontemporer peninggalan Inggris dan bergaya Victorian. Saya sebenarnya tahu kalau gedung ini berada di ujung Western District dua hari kemudian saat saya menelusuri Rute Tram Hong Kong - Tsim Tsa Tsui bersama dua orang tetangga kampung saya yang sedang menjadi pekerja migran di sana, sama seperti foto diatas dimana saya dengan Seza, sedang menunjuk gedung Bank of China. 

Bodohnya saya memang, sepanjang jalan yang saya telusuri ini merupakan kawasan Soho yang sangat terkenal, atau Western District. Sungguh, saya tidak ngeh sama sekali. Gedung yang akan kita tandai selanjutnya yaitu berturut-turut (8) A colonaded courthouse yang lebih kecil bentuknya sehingga harus benar-benar teliti saat mencarinya. The (9) Central Police Station, saya jadi ingat film-film era Mafia Hong Kong saat melewatinya. Dan selanjutnya, inilah tempat dimana saya tidak bisa menemukannya, dengan sebutan (10) Good Spring Herbal Pharmacy, dan saya pasrah setelah beberapa kali bertanya dan tidak ada jawaban yang memadai.

Jalur Tram depan HSBC Quarters
Jalur ini sepenuhnya membuka mata saya, bayangkan sebuah kota yang sangat memanusiakan manusia, jalur pedestarian lebar, pepohonan dan taman di salah satu sisinya dan gedung yang dilewatinya memberi akses penuh kepada pejalan kaki, tidak menaruh curiga dan memberikan kesan out of reach seperti yang saya temukan di Jakarta. Hong Kong, Central District sungguh merupakan contoh baik dengan penataan dan perawatan bagunan kuno yang masih megah dan terawat baik.

Read Users' Comments (0)

Hilang ide

Sekali.
Dua kali.
Seterusnya.
Dan seterusnya.

Kalau sudah login, tiba-tiba saja ide hilang entah kemana. Entah mau menulis cerita, pengalaman pribadi, atau hasil liputan. Aku nggak tahu kenapa sering begini, aku saja atau yang lain juga begitu ya? contohnya ya sekarang ini, dari tadi sudah buka internet lebih dari dua jam, apa daya ide tiba-tiba hilang, mau nulis apa juga akhirnya bingung. Kemudian aku ingat apa kata beberapa penulis bahwa kalau mau menulis, tinggal ketik saja dan voila, apa yang ada di pikiran saat itu tuangkan. Beginilah jadinya. Entah apa ini namanya. Pengalaman menulis yang memang masih nol besar, tidak ada kursus maupun share dengan penulis yang lebih profesional. Paling banter baca novel, dari hasil baca itulah pesan kalau mau menulis tinggal push saja tuts keyboard dan tiba-tiba jadi sebuah tulisan, ah, apa iya?

Hmmm.... #berpikir keras... tetap tidak ada hasil, lalu bagaimana? 

Siang tadi aku sholat jumat dengan bos. Berhubung aku tidak bisa nyetir mobil maka beliau lah yang berada di belakang kemudi. Biasanya beliau membawa sopir, berhubung sopir yang ada sedang tidak tersedia, akhirnya pilihan terakhir datang. 

Dalam perjalanan pulang tiba-tiba beliau berdendang, lagunya Adele. Selidik punya selidik ternyata putri sulungnya yang masih kelas 6 SD yang ngefans, berhubung lagunya enak menurut beliau akhirnya sering di mainkan di player mobilnya. Dalam perjalanan pulang yang hanya 15 menit akhirnya berisi lagu Adele dan segala sesuatu tentang Adele. 

Membahas tentang bosku yang satu ini selalu tidak ada habisnya. Semangat kerjanya, kepandaiannya, cara berbicaranya, bahkan selera makannya yang melulu ikan. 

..... 
 Mau nulis apalagi ya?

Read Users' Comments (0)

Hari ini, ceritanya begini.....

Hari ini kantor saya kedatangan tim kepatuhan internal dari kantor pusat. Pikiran pertama saya mengarah kepada kasus. Ada apa dan siapa?

Sebelum berlanjut kepada paragraf sebelumnya, saya bercerita dahulu pada awal hari saat matahari belum tinggi, salah seorang rekan kerja mendatangi meja kerja saya, "mas, sampeyan katanya punya info ini itu, sekarang info tersebut menyebar di bawah, ramai lho". Kaget sekali saya mendengar rekan kerja saya ngomong begitu, langsung saja saya cari informasi sebanyak-banyaknya. Yang dimaksud bawah adalah bagian lain di kantor saya yang memang letaknya lebih rendah dari lobi. Usut punya usut masih belum jelas memang info yang katanya bersumber dari saya. Intinya saya sudah mengerti dari siapa wadulan tersebut beredar. Sudah saya prediksi, bapak A terlalu celamitan dan mudah mengumbar kalimat. Entah faktor dari saya yang memang gatelan selalu pengen memberikan informasi apapun kepada siapapun, entah faktor bapak A tersebut yang memang ember. 

Sebelumnya lagi, saat akhir tahun, ada salah satu bagian yang memiliki proker yang mengharuskan melapor dan mempertanggungjawabkan proker tersebut, baik berupa laporan maupun terkait dana. Salah satu laporan dana di kemudian hari di ketahui terjadi kesalahan input yang menyebabkan nilainya terlampau besar. Saya berpikir, ini asal muasalnya. Saat laporan yang salah ini terlihat oleh salah satu ibu Y, saat itu juga langsung konfirmasi kepada saya, dan entah saya bego, lugu atau culas, saya menjawab itu laporan ABCD. Hari esoknya bapak A langsung konfirmasi ke saya terkait laporan ABCD, dan saya langsung radar, pasti ibu Y yang bilang. Tapi, begonya saya, atau memang saya lugu atau malah culas? saya memberikan jawaban yang sama. 

Laporan ABCD di kemudian hari di revisi sesuai anggaran. Hal ini yang terlewat oleh bapak A yang sudah terlalu semangat berapi-api bercerita bagaimana laporan ABCD itu.

Sejak kasus laporan ABCD, saya agak menahan emosi untuk tidak memberikan informasi dalam bentuk apapun kepada siapapun, satu dua hal masih terlewat memang, tapi saat saya sadar saya sedang di manfaatkan oleh seseorang, saya tutup rapat mulut saya. Saya tidak mau dianggap sebagai pembawa berita, apalagi berita yang sampai kepada orang lain ternyata sudah di modifikasi.

Hari ini, hari ke tujuh di bulan maret dan saya hanya mengobral sedikit informasi kepada siapapun tentang apapun. Buat saya, apapun bentuk informasi itu harus saya tahan sendiri. Seburuk apapun.

Hari ini, saya memberikan klarifikasi kepada rekan kerja saya tersebut terkait kemungkinan-kemungkinan yang mungkin memang saya lontarkan mengenai hal yang panas beredar di bawah.

Kembali ke kedatangan tim kepatuhan internal. Saya luar biasa kaget begitu saya diminta membuat surat tanda terima beberapa dokumen kepada tim. Saya diam. Saya tutup mulut. Tim tersebut tahu darimana? Saya tidak pernah menyangka orang-orang tersebut akan sampai pada di datangi oleh pihak kepatuhan internal. Namun demikian, saya belum memperoleh klarifikasi maupun tambahan informasi yang gamblang dari pihak terkait.

Saya nggak tahu kenapa saya ngomong ini disini, saya berharap saya tidak menyampaikan hal ini kepada siapapun. Tapi saya gatel, makanya nulis disini.

Read Users' Comments (0)