Macau: Disaster

@Senado Square
Bayangkan sejenak saat kalian merencanakan sesuatu dengan sempurna kemudian karena sebab yang tidak bisa di lawan menjadi berantakan. Saya mengalaminya saat perjalanan ke Macau. Perjalanan ini saya rencanakan satu hari satu malam dari Hong Kong dan menyebrang pada pagi hari, apa daya, induk semang selama di Hong Kong menahan saya lebih lama dan menyarankan saya berangkat di sore hari.

Perjalanan ke Macau saya lalui dengan tidur di dalam ferry dan begitu turun di dermaga, ternyata Macau hujan deras, saya langsung panik, dengan minimnya informasi dan kurangnya transportasi publik membuat saya sedikit khawatir dan makin khawatir saat saya menunggu lebih dari dua jam antrian di Imigrasi. Puncaknya saya bingung dan mondar-mandir apakah akan menuju Venetian atau mencari penginapan terlebih dahulu, sungguh saya menyia-nyiakan waktu selama satu jam sebelum akhirnya saya memutuskan untuk mencari penginapan, hal yang kemudian saya sesali.

Macau pada saat hujan ternyata macet luar biasa, tidak beda dengan Jakarta, sampai warga lokal memilih turun dan berjalan kaki. Dalam bus saya memerhatikan mbak-mbak dengan logat medok jawa ngobrol di telepon selularnya. Saya beranikan untuk mengajak ngobrol begitu selesai, dan saya di tawarkan untuk mampir ke tempatnya sebelum nanti akan di antar ke penginapan yang saya cari, saya tolak dengan pertimbangan mbak-mbaknya genit dan saya takut di paksa tidur dengannya. Sungguh! Hal ini yang kemudian saya sesali juga beberapa jam berikutnya.

Setelah turun dari bus setelah tidak tahan macet saya berjalan menelusuri jalan demi jalan dan akhirnya menemukan Senado Square dimana banyak bangunan wisata. Saya memutuskan untuk menukarkan HKD ke Macau Picata dan kemudian saya sesali karena ternyata HKD lebih diterima daripada mata uang lokalnya, hal yang menurut saya aneh. Pantas saja mbak-mbak di penukaran uang memicingkan mata saat saya menukarkan mata uang tersebut. 

Saya telah berjalan lebih dari satu jam untuk sampai di Senado Square, dengan backpack yang melebihi berat badan saya dan hujan mengguyur, praktis saya capai lahir dan bathin, saat makan di sebuah McDonalds lebih parah lagi, saya mengajak ngobrol sepasang lesbian migran Indonesia yang sedang berlibur ke Macau dari tempat kerjanya di Hong Kong dan saya di ajak tidur, katanya sebagai selingan, dan lebih nggak tahu malunya, mereka menyebut saya pekerja migran yang kabur dari Korea dan sedang mencari kekasihnya yang menjadi waitress di Kasino Macau. Edan!!!!

Dyke issued di kalangan pekerja migran Indonesia di Hong Kong merupakan hal lumrah dan kalau ingin tahu secara gamblang, datanglah pada hari minggu pagi ke Victoria Park, maka kalian akan shock melihat mereka dengan biasa mencium kekasihnya di bangku taman. 

Kembali ke kecauan selama di Macau. Tidak berhenti pada hal di atas, saya bertanya kepada mbak-mbak penjaga Starbucks penginapan yang saya sebut dan di bantu alamat dalam aksara Pin Yin dan merekomendasikan taksi, saya keder, uang saya tipis, apa kabar kalau saya naik taksi yang setelah saya tanya kebanyakan mereka tidak menerima Picata tetapi hanya HKD, what the F%$#!

Akhirnya saya luntang lantung jalan kesana kemari, sesekali berhenti setelah menemukan spot menarik untuk mengambil gambar, ternyata battere kamera saya ngedrop, beruntung handphone saya masih nyala. Setelah lebih dari tiga jam berjalan saya menemukan tempat yang saya cari dan dengan senangnya diberi tahu oleh petugas penginapan kalau saya beruntung, langsung datang ke lokasi dan masih ada bed yang kosong. Mereka bercerita tentang minimnya penginapan murah di Macau dan sering memberikan area lobi sebagai tempat tidur cadangan para pelancong yang tidak kebagian bed. 

Saya mengobrol beberapa lama dengan ibu-ibu penjaga penginapan dan memutuskan untuk melihat Macau esok harinya dengan harapan akan cerah karena di luar hujan makin deras, ibu-ibu yang memiliki nama Fatima setelah menikah dengan orang Bangladesh tersebut sebenarnya menyarankan saya untuk malam itu juga berkeliling Macau karena Macau sangat kecil dan bisa ditempuh hanya berjalan kaki dalam beberapa jam, kalau saya melihat ke belakang saya sudah tiga jam berjalan, rasanya saya tak sanggup lagi. Saya memilih mandi dan tidur.

Saya bagun esok harinya dan mendapati protes keras dari seorang pelancong yang bilang bunyi ngorok saya yang terlampau kencang dan menganggunya sehingga ia harus ke bar untuk menghabiskan malam, oleh ibu-ibu penjaga penginapan dibilang hal tersebut wajar karena kebanyakan pelancong memang kelelahan dan sudah biasa mendengar bunyi dengkuran selama tidur. Puhhh!!!

Ternyata pagi itu masih saja hujan dan deras, harus bagaimana saya? Saya sedih karena pesawat saya jam 11 dan saat waktu menunjukan angka 9 hujan masih dengan ceria mengguyur. Akhirnya saya pamitan dan berjalan menuju tempat bis bandara. Lagi-lagi bencana datang karena sudah lebih dari setengah jam saya berjalan tidak mendapati bus, alih-alih mendapati antrian luar biasa panjang dan rapi dari penduduk lokal menuju sebuah taksi stand, saya kagum dengan  mereka, membandingkan dengan di Jakarta pasti sudah terjadi adu jotos dan mulut. 

Saya akhirnya memutuskan mencari taksi dan segera menuju bandara yang katanya berjarak 15 menit saja, apa daya hujan dan macet mendera, perjalanan lebih dari 30 menit dan saya sudah panik luar biasa, jam menunjukan angka 10 lewat, saat sampai di counter tiket saya di marahi habis-habisan oleh petugas, lain kali tidak boleh begini dan apa tidak tahu peraturan kalau harus ada satu jam sebelumnya. Jangan bandingkan dengan pelayanan ramah dan murah senyum yang kita harapkan, kebanyakan penerbangan murah di luar negeri akan memaki habis-habisan penumpang yang tidak sesuai prosedur, tidak ada sapaan ramah, alih-alih judes. Saya berlari sepanjang bandara yang tidak lebih besar dari Djuanda Surabaya dan melewati Imigrasi dengan lancar. Sesampainya di ruang tunggu ternyata pesawat delay karena cuaca, dengan menahan napas akhirnya saya berkeliling bandara sambil membeli oleh-oleh di Duty Free. 

Sungguh saya menyesal tidak bisa berkeliling Macau, suatu hari nanti saya akan kesana lagi.

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Macau: Disaster"