Malaka: Sebuah warisan sejarah

Ketika menyebut nama Malaka otomatis otak kita berputar dan menyebut beberapa kata yang terhubung dengannya. Pelabuhan, sejarah, nama kota, Malaysia, Tan Malaka? dan lain sebagainya. Malaka sendiri apabila kita melihat ke dalam sejarahnya merupakan desa nelayan yang ditemukan oleh seorang pangeran dari Sumatera. Oleh pangeran tersebut, Malaka dibuka dan dibangun menjadi pelabuhan penghubung antara China dan India. Dan pada masanya, bersama dengan Pulau Pinang (Penang) dan Tumasik (Singapore), Malaka menjadi jalur perdagangan yang sangat penting. Letaknya yang sangat strategis sejak awal menjadikannya tempat bertumpah darah. Setelah era Majapahit, kolonialisme Portugis, Belanda dan Inggris saling bergantian dan saling memberikan cirinya masing-masing.

The Clock Tower of Melaka
Sejak tahun 2008 Malaka masuk ke dalam UNESCO's World Heritage karena berhasil melestarikan bangunan-bangunan jaman kolonial dan tetap berdiri dan tertata apik sampai saat ini.

Berkunjung ke Malaka tidak memerlukan waktu lama, one-day-trip sudah cukup mengingat dari ujung ke ujung bisa di lakukan dengan berjalan kaki, namun demikian becak berwarna-warni juga siap menemani apabila kita malas berjalan kaki (seperti de javu). Bangunan di Melaka sangat eye-catching karena berwarna serupa merah marun dan mencolok. 

Bagi pecinta sejarah, Malaka merupakan salah satu yang wajib kunjung, semua bangunan terkondisi dan tertata dengan baik, dan jauh dari kesan kumuh. Bangunan-bangunan tersebut saat ini dijadikan museum, tempat ibadah, kedai makan, penginapan, dan sebagainya, namun demikian bentuk bangunan tidak ada yang berubah.

Flor de la Mar Replica as Maritime Museum
Titik paling menarik disini adalah semacam plaza atau alun-alun dimana terdapat Clock Tower berhiaskan air mancur dan dikelilingi oleh gereja yang masih di fungsikan dengan baik. Akan tetapi titik ini bukan awal dari perjalanan sehari menjelajahi jaman kolonialisme di era sekarang. Titik awal yang bisa di pakai adalah persimpangan Discovery dimana di sebelah kanan terdapat kanal yang langsung menuju ke Selat Malaka, apabila kita terus menyusuri kanal ini, kita akan tahu betapa pentingnya kanal ini bagi Malaka. Karena selain sebagai jalannya air dan pencegah banjir, kanal ini juga di fungsikan sebagai jalan bagi wisata berkeliling menggunakan kapal yang akan singgah di tiap halte yang ada. 

Setelah melewati jalanan berhias bangunan bergaya art-deco di kanan dan kiri, kita akan langsung menuju plaza tersebut. Flyer dan panduan yang disediakan secara cuma-cuma akan menggiring kita menaiki sebuah bukit berisi aneka museum dan reruntuhan gereja yang sangat terkenal yaitu St. Paul. Dari reruntuhan gereja ini kita bisa memandang dan melihat situasi Selat Malaka dan kota Malaka itu sendiri. Tidak ada lokasi yang luput disini karena setiap inchi tanah sepertinya sudah dikemas apik dan sangat menjual, bahkan untuk sebuah kuburan pun. Kita seharusnya iri dengan pengemasan ini.

Reruntuhan St. Paul
Setelah lelah berkeliling, aneka makanan siap mengisi perut di foodcourt yang terletak di bawah bukit. Aneka hidangan mulai dari melayu, arab, tradisional sampai ke western internasional semua ada. Selain itu kita bisa melakukan sholat di mushola yang pada jaman dahulu merupakan cikal bakal berkembangnya Islam disana.

Saya sendiri paling berkesan dengan replika kapal Flor de la Mar yang dijadikan sebagai Museum Maritim. Melihat dari kejauhan saja sudah membayangkan cerita tersendiri, apalagi saat memasuki bagian kapalnya, kita akan diajak berkeliling mulai dari ujung kapal ke bagian lainnya dimana disana diceritakan sejarah bagian per bagian lengkap dengan mitos, legenda, fakta dan pengejawantahannya pada masa kini. Sungguh, kita berada di dalam replika kapal yang cukup di kenal pada masanya.

Bagi pecinta rempah, Malaka juga menyediakan toko-toko yang menjual aneka macam rempah yang bahkan di Indonesia saya belum pernah melihat ada tempat yang selengkap ini. Bisa jadi ini sebagai penekan dan penanda bahwa Malaka memiliki peranan penting dalam perdagangan rempah-rempah.

Malaka, satu lagi contoh bagi Indonesia bagaimana mengelola bangunan sejarah dan mengemasnya menjadi jualan yang ciamik.

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Malaka: Sebuah warisan sejarah "