Bubaran Jiffest

Jakarta International Film Festival atau biasa disingkat jiffest lepas sudah, acara yang digelar mulai tanggal 4 hingga 12 Desember 2009 kemarin berlangsung dengan sukses, hampir di setiap pemutaran filmnya ada antrian untuk masuk ke studionya. Di edisi yang ke-11 ini, yap! sudah selama itu, dan baru tahun ini aku ambil peran untuk menontonnya. Tahun-tahun sebelumnya entah berada dimana.


Dari puluhan film yang diputar, aku hanya bisa menonton 5, dari rencana 7 film. 2 film yang gagal ditonton adalah Cin(t)a dan Troubled Water, kedua film tersebut gagal karena rapat yang membuatku tidak bisa ngabur dari kantor.

Film pertama yang aku tonton adalah Max&Co. Hari minggu jam 7 malam. Sepulang kuliah dengan hujan yang mendera jalanan dari Depok sampai lokasi, aku naik motor dengan kecepatan 40-50 km/jam. Sampai di lokasi sudah terlambat 15 menit, dengan badan basah kuyup dan menjadi perhatian pengunjung lain karena lokasi di Grand Indonesia kering tanpa kucuran hujan. Film animasi yang bercerita tentang Max yang mencari ayahnya ke kota ini tidak terlalu menarik buatku, standar saja. Memang dari segi animasi dan cerita berbeda dari yang lain, tetapi overal biasa menurutku.


Film ke-2 yang aku tonton adalah Coco Avant Chanel, film Perancis yang dibintangi oleh Audrey Toutou ini bercerita tentang desainer Chanel semasa kecil sampai ia memiliki label sendiri. Buatku film ini bagus. Film ini bercerita bagaimana semasa kecil Chanel yang akhirnya dipanggil Coco semasa bekerja di tempat hiburan bersama adiknya, tinggal di panti asuhan, ditinggalkan oleh ayahnya. Pun selama ia mengenal lelaki, baik sebagai teman, ataupun pacar, ia selalu berada di pihak yang tidak diuntungkan. Oleh karena itu, ia berusaha mendobrak semua tatanan itu, bahkan sampai ke penampilan, dimana kala itu perempuan selalu identik dengan gaun berwarna putih dengan topi bak cendrawasih. Ia kemudian merancang baju agar perempuan tampil elegan seperti yang biasa kita lihat sekarang ini.

Film ke-3 adalah Home, film Swiss ini bercerita bagaimana sebuah keluarga yang tinggal di pinggiran jalan tol berubah, sejak jalan tersebut belum diresmikan, sampai dengan akhirnya jalan tersebut dipakai. Film ini menggambarkan bagaimana (mungkin) globalisasi dan pembangunan bisa merubah sifat orang-orang yang tinggal dekat dengan hal tersebut. Dari keluarga yang harmonis kemudian menjadi keluarga yang saling menyalahkan dan berpegang pada keyakinan masing-masing akan keinginan untuk tinggal dan pergi dari tempat tersebut. Hal gila yang terjadi disini adalah sang ayah akhirnya memutuskan untuk menutup semua rumahnya dengan batako tanpa celah udara sedikitpun dan mengurung semua penghuni di dalamnya dengan terlebih dahulu memberikan obat penenang kepada anggota keluarganya.


Hal yang sedikit membuat aku bertanya-tanya adalah film dokumenter tentang Muhammad Asad, seorang yahudi kelahiran ukraina yang akhirnya hijrah ke islam. Ia menulis buku A Road to Mecca yang menurut cerita orang-orang dalam film tersebut cukup memberi nilai, ia berusaha mereformasi islam yang ada sekarang, sebagai info, aku tidak bisa berkomentar banyak karena belum membaca bukunya. Setelah nonton film ini, aku terlibat diskusi yang menarik dengan Tepoy, yang berujung pada kebingungan karena belum mengetahui dan membaca buku tersebut.

Film pamungkas yang aku tonton adalah Love & Rage, film ini sungguh, sangat menggambarkan bagaimana emosi seseorang bisa sangat berbahaya kalau tidak bisa dikendalikan. Sesuai judulnya, film ini bercerita diwal tentang cinta, dan di paruh terakhir tentang amarah. Yang aku ingat dari film ini adalah adegan si aktor utama saat memukul Pierre, darah Pierre sampai muncrat di wajah si aktor tersebut. Memang adegan tersebut hanya terlihat dari sisi muka aktor, tetap saja membuat bulu kuduk berdiri. Sadis!

Selepas festival ini, mudah-mudahan nantinya aku masih bisa berpartisipasi untuk menyaksikan dan ikut serta dalam festival lain seperti Sinema Perancis, dan lainnya.

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Bubaran Jiffest"