Sampahku

Baru beberapa tahun terakhir aku concern masalah sampah yang ada di sekitarku. Hal utama yang akhirnya memaksaku untuk lebih peduli terhadap sampah karena melihat kebiasaan orang disekitarku yang sepertinya gampang saja membuang sampah dan tidak patuh dengan aturan yang sudah ada, buanglah sampah pada tempatnya.

Akhir-akhir ini sering sekali orang berkata climate change-perubahan iklim. Seperti apa sih sebenarnya? Secara sederhana bisa diartikan kalau udara di bumi jadi tambah panas, nelayan menjadi berkurang harinya dalam melaut, petani menjadi susah mendapatkan air irigasi, hujan sedikit saja air sungai meluap dan terjadi banjir. Apa iya sesederhana itu? Kalau aku perhatikan setelah menonton film dokumenter Earth yang dinarasikan oleh Morgan Freeman, dimana disitu digambarkan dalam tiga garis besar kehidupan. Yang pertama adalah Beruang Kutub, dimana seiring dengan memanasanya suhu bumi mengakibatkan es di kutub utara mencair. Hal tersebut mengakibatkan Beruang harus berenang lebih jauh untuk mendapatkan mangsanya. Yang kedua adalah migrasi Ikan Paus Totol dari khatulistiwa di Pasifik ke pinggiran Antartika untuk memanen organisme kecil yang hidup disana, seiring dengan makin banyaknya es yang mencair mengakibatkan organisme tersebut berkurang tempat dalam berkembang-biak yang pada akhirnya migrasi paus tadi bisa menjadi hal yang sia-sia di kemudian hari. Yang ketiga adalah muara kehidupan di Delta Okavango, daerah afrika. Pada musim kering udara sangat panas dan hampir tidak ada air ditemukan disana, hal ini berubah seketika ketika musim hujan datang dimana delta menjadi penuh air dari sungai dan binatang yang sudah mengetahui akan siklus ini beramai-ramai mendatangi delta tersebut dengan perjalanan panjang dan penuh bahaya. Bayangkan seandainya musim kering makin lama, musim hujan makin pendek, binatang-binatang liar tersebut pastinya akan cepat mengalami kepunahan.

Sudah hampir 6 (enam) bulan aku pindah ke tempat yang baru, dimana adalah suatu tantangan yang besar dan susah untuk mencari tempat dalam membuang sampah. Hampir semua keluarga di sekitar kos yang baru mengumpulkan sampah yang ada untuk kemudian dibakar di depan atau belakang rumah. Aku tidak setuju dengan keadaan tersebut, karena menurutku akan menambah asap, lagipula sampah plastik yang dibakar tidak akan terurai oleh tanah. Semua keluarga di sekitar kosku tidak mempunyai iuran untuk menyewa mobil sampah dari pemerintah, karena mungkin untuk makan sehari-hari saja sudah susah, dan mungkin birokrasinya akan panjang dan mahal. Seperti diketahui, sewaktu tinggal di perumahan yang dulu, mobil sampah dari pemerintah yang sudah di berikan gaji, kemudian di tambah dengan iuran warga yang menurutku lumayan, Rp35.000 per keluarga. Dan itupun masih minta pungutan apabila terdapat sampah yang overload di depan rumah, kalau tidak diberikan uang tambahan, maka sampah tersebut tidak akan terangkut. Rata-rata biaya satu karung berkisar antara Rp30.000 atau tergantung kepandaian kita untuk nego dengan para awak.

Ternyata keadaan di kantorku juga tidak jauh berbeda, para petugas Cleaning Service dengan santainya membakar tumpukan sampah tersebut, nyata-nyata ada biaya sampah yang dikeluarkan oleh Bendahara. Mungkinkah karena produksi sampah yang berlebihan? Salah satu caraku untuk mengurangi sampah yaitu dengan menggunakan kertas bolak-balik dan kertas yang sudah tidak terpakai di pakai untuk hal yang berguna seperti mengikat surat, dan sebagainya.

Sampai saat ini aku membawa sampah dari kos ke kantor dengan harapan bisa diangkut oleh mobil sampah yang jarang aku lihat ada. Dalam pekerjaan sehari-hari juga selalu menekankan pentingnya kertas bekas dan berusaha menularkan kepada teman-teman di sekeliling dengan menggunakannya untuk keperluan lain. Masalah petugas Cleaning Service yang ala kadarnya dalam mebersihkan ruang kerja bisa jadi lain masalah.

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Sampahku"