Travel...

Saya masih ingat saat perjalanan pertama ke luar negeri. Bukan Singapore seperti 9 dari 10 orang Indonesia lakukan, tapi Taiwan. Kala itu setahun setelah ayah mangkat, kakak perempuan saya memberi penawaran kepada Ibu untuk berkunjung ke Tao Yuan, Taiwan, kota tempatnya bekerja. Ibu akhirnya mengajak saya kesana dengan alasan tidak berani sendiri bepergian ke luar negeri dengan bahasa dan budaya yang berbeda, tentu saja jawaban saya iya.

Persiapan pertama dengan terlebih dahulu membuat paspor karena kami belum memiliki. Sedikit bermasalah dengan lamanya antrian, padahal kami sudah menyewa jasa calo untuk mempercepat proses (oops!) akhirnya saya pulang ke Cibinong dengan mengantongi paspor dan langsung mengajukan ijin cuti kepada atasan. 

Persiapan lain yaitu-tunggu sebentar, saya tidak menyiapkan hal lain setelah itu karena kakak saya sudah menyewa jasa tenaga untuk mengatur kami bepergian kesana. Intinya kami tinggal tahu beres, ketemu dengan mas-mas yang disewa kakak saya juga pada saat di bandara. Jadi, perjalanan pertama saya tinggal nyaman duduk di kursi pesawat, yang buat saya cukup mengesankan karena terbiasa dengan pesawat murah. Kami naik Eva Airways dimana pesawatnya lebih besar dari pesawat yang biasa saya naiki, di dalamnya kami disediakan minuman sepuasnya, makanan dan video. Jujur saja, ini pertama kali saya membayangkan naik pesawat seperti Garuda Indonesia. 

Di dalam pesawat kami di kelilingi oleh para calon tenaga kerja dari Indonesia yang akan bekerja mengadu nasib disana. Ada yang pasang tampang jaim karena sepertinya ini bukan pertama kali buat mereka bepergian ke luar negeri, tetapi kebanyakan pasang tampang ndeso dan pecicilan dengan kaki diangkat ke kursi, sampai muntah di dalam pesawat, luar biasa memang.

Yehliu Geopark, Taiwan
Perjalanan dari Soekarno-Hatta Int'l Airport menuju ke Tao Yuan Int'l Airport kurang lebih 5 jam dengan perbedaan waktu 1 jam. Kami tiba dengan selamat dan dengan pasang muka keren kami melangkah mantab menuju pintu gerbang Taiwan, pemeriksaan imigrasi, voila! lancar jaya, saya melenggang masuk tanpa banyak pertanyaan. Ziip!!! saya resmi ke luar negeri sekarang.

Dalam beberapa kesempatan ngobrol dengan orang lain, mereka berpendapat bahwa pergi ke luar negeri itu mahal dan repot, benarkah? 

Pengalaman ke Taiwan membuat saya bertekad untuk bisa ke luar negeri di lain kesempatan. Sampai kesempatan tersebut datang kembali, teman saya mengajak pergi ke Singapore dengan low-budget tentunya.
National Museum of Singapore

Perjalanan ke Singapore bisa saya katakan sebagai perjalanan pertama saya dengan akomodasi dan persiapan sendiri. Setelah melihat modern-traditionalnya Taiwan, saya melihat Singapore yang hanya modern, kesan traditionalnya hanya bentuk dari bangunan kuno yang terawat baik. Ketagihan naik MRT dan jalan kaki tanpa terganggu dengan hal lain membuat saya berangan-angan mudah-mudahan Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia bisa meniru model tersebut.

Sampai pada tahun 2010 Ibu saya minta diajak ke Singapore setelah mendengar cerita dari banyak orang terutama pak-lik saya yang baru beberapa waktu mengunjungi negeri tersebut. Berbekal tiket promo murah meriah akhirnya kami pergi berdua lagi, saya bersama Ibu. 

Perjalanan kali ini membawa sebuah drama saat saya kembali dari Malaka, Malaysia. Pada saat pemeriksaan imigrasi, saya kena ciduk, Ibu saya menangis menunggu di luar tanpa kejelasan status saya, dan saya diberi banyak pertanyaan yang luar biasa berputar-putar. Memang kami menyempatkan diri ke Malaka, mengunjungi sebuah wilayah yang masuk ke dalam World Heritage Site, kota tua yang sangat menakjubkan, semua benda peninggalan lama terawat dengan baik. 

Breakfast, Discovery Accommodation, Malacca
Bulan Nopember 2011 saya mengunjungi Hong Kong dan Macau. Kota dengan paduan modern dan tradisional yang sangat menakjubkan membuat saya selalu ber-ooo setiap kali menemukan hal yang baru dan hampir terjadi dalam hitungan menit seperti ada seorang nenek terjatuh tanpa ada yang membantu, luar biasa bukan? lain lagi dengan caranya bilang "sorry" setiap bentuk sentuhan fisik maupun barang tanpa sengaja, menurut saya itu hal paling baik yang harus di contoh di Indonesia. Dan seperti hampir semua orang asia timur selalu bilang "xièxiè" setiap saat, saya mencoba untuk meniru hal baik tersebut.

Perjalanan ke Hong Kong juga membawa drama saat saya baru melangkah menuju meja imigrasi, saya kena gelandang dan wawancara. Beruntung saya bisa meyakinkan mereka, fyuh!!! hal ini yang kemudian membuat saya membatalkan kunjungan ke Shenzen, saya takut saat kembali dari daratan China kemudian dianggap imigran gelap.

Hong Kong & Kowloon

Senado Square, Macau














Menyenangkan memang menjelajahi negara lain, dengan budaya berbeda, sistem dan penduduk yang berbeda, saya sendiri memiliki pendapat bahwa pergi ke luar negeri, bertemu budaya dan orang baru, menambah wawasan dan membuka pikiran yang sebelumnya tidak terpikirkan. 

Oktober nanti saya berencana ke Penang, World Heritage lain selain Mellaca yang sudah saya kunjungi sebelumnya.

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Travel..."